Selasa, 06 Maret 2012

Mendikbud, Mohammad Nuh: Plagiat Itu Langgar Norma

Ternyata, praktik jalan pintas dengan cara mengakali karya orang lain seolah-olah karya sendiri juga mendera insan perguruan tinggi. Bahkan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh turut berang. Mendikbud mengatakan, praktik plagiat telah menabrak norma-norma akademis yang berlaku. Namun, belum semua perti mau menelusuri ulang dokumen para gubesnya untuk klarifikasi.

Tunjangan besar bagi seorang guru besar memberikan jalan untuk seseorang berjalan pintas dan melanggar karakter diri. Menurut laporan kompas.com, disebutkan bahwa populasi guru besar di Indonesia saat ini cenderung meningkat secara signifikan dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan dalam kurun waktu tersebut mendeteksi telah terjadi praktik plagiat atau tidak.

Hal ini diungkapkannya untuk merespons adanya dugaan plagiarisme oleh tiga calon guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung. Nuh melanjutkan, pelaku plagiarisme tidak bisa dijerat secara hukum dengan undang-undang yang ada. Pasalnya, menurut dia, mereka hanya melanggar norma-norma akademis yang penyelesaiannya diserahkan kepada perguruan tinggi sebagai pemegang statuta.

"Di situ letak kredibilitas sebuah universitas. Kami hanya bisa menindak jika terjadi pelanggaran norma non-akademis seperti kasus korupsi misalnya," kata Nuh, Senin (5/3/2012) malam, di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Nuh memaparkan, ada beberapa alasan mengapa para plagiator yang berasal dari dunia akademis melakukan tindakan tercela itu. Menurutnya, aksi plagiarisme terjadi karena status sosial akademis yang akan disandang oleh seseorang saat dikukuhkan sebagai guru besar. Kedua, tunjangan yang tinggi. Dan ketiga, lemahnya integritas mereka sebagai ilmuwan.

"Itulah mengapa mereka sampai hati menjiplak karya orang lain," kata Nuh.

Angkat jempol dengan UPI yang berani mengungkap borok plagiat untuk masa depan yang lebih baik. Bisa jadi, banyak kasus serupa yang merambah perguruan tinggi lain, namun para insan perti itu tidak mampu dan tidak mau mengangkat ke permukaan. Pada Jumat (2/3/2012) lalu, UPI menggelar konferensi pers. Dalam kesempatan itu UPI menyatakan pembatalan pengajuan tiga calon guru besar. Alasannya, karya tulis mereka terbukti menjiplak setelah melalui proses penilaian yang dilakukan oleh Tim Penilai Angka Kredit (TPAK) dari Kemdikbud.(Sumber: kompas.com)

Tidak ada komentar: