Selasa, 26 Januari 2010

Jika Guru Tertekan, Siswa juga Tertekan

Siswa yang melihat gurunya saat mengajar dalam kondisi tertekan dan marah akan membuat siswa ikut tertekan. Guru yang selalu terlihat lunglai dan capek akan membuat siswa kehilangan minat belajar.

Tanpa disadari, guru yang memaksakan dirinya untuk tetap masuk kelas dalam kondisi marah dapat membahayakan sikap muridnya. Hal itu terjadi karena guru terkadang suka membawa tekanan di luar sekolah saat mengajar di sekolah.

Sebuah studi menunjukkan bahwa guru yang tertekan ada kemungkinan membawa rasa kecewa dan kelelahannya ke sekolah. Akibatnya, siswa menjadi lebih mudah khawatir, sinis terhadap nilai pelajaran dan ujian bahkan sulit untuk berkonsentrasi dan mudah lelah.

Studi yang dilakukan oleh Academy of Finland's educational menanyai lebih dari 500 remaja mengenai gejala seperti mudah lelah, perasaan tidak mampu sebagai siswa dan sinisme terhadap nilai sekolah.

Guru yang lelah secara fisik dan emosional lebih cenderung memiliki siswa yang bernasib sama dengannya saat di sekolah. Hal ini dapat membuat siswa tidak berminat untuk belajar dan sekolah. Hasil penelitian ini telah dilaporkan dalam European Journal of Developmental Psychology. Para ahli di Inggris mengungkapkan hal ini disebabkan siswa menyerap kekhawatiran gurunya serta ada kemungkinan siswa kurang mendapatkan perhatian dari guru.

Jumat, 22 Januari 2010

Ciri Kepala Sekolah yang Bagus

Banyak kepala sekolah yang hanya sekadar kepala sekolah. Namun, banyak pula kepala sekolah yang sangat bagus. Bagaimanakah ciri kepala sekolah yang sangat bagus? Ciri-ciri kepala sekolah yang memiliki kemampuan dalam menerapkan fungsi-fungsi manajemen dengan sangat bagus sebagai berikut.

Dalam perencanaan meliputi (1) Kepala sekolah dapat menetapkan program-program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat merumuskan kebijakan-kebijakan sekolah, (3) Kepala sekolah dapat menyusun program kerja sekolah, dan (4) Kepala sekolah dapat merumuskan langkah-langkah pelaksanaan program.

Dalam pengorganisasian meliputi (1) Kepala sekolah dapat menempatkan guru sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki dalam KBM, (2) Kepala sekolah dapat mengatur penggunaan sarana dan prasarana yang ada sesuai dengan kebutuhan siswa, guru dan personel lain sehingga terjalin kerjasama yang baik, (3) Kepala sekolah dapat memberikan solusi terhadap berbagai masalah yang dihadapi oleh guru dan personel sekolah lainnya, (4) Kepala sekolah dapat mengatur kerjasama dengan pihak atau instansi lain untuk menyukseskan program-program sekolah.

Dalam penggerakan meliputi (1) Kepala sekolah dapat memotivasi guru sehingga guru merasa mampu dan yakin untuk melaksanakan program- program sekolah, (2) Kepala sekolah dapat memimpin dan mengarahkan guru-guru dengan baik, (3) Kepala sekolah dapat mendorong guru-guru untuk mengembangkan profesionalisme sesuai dengan bidangnya, (4) Kepala sekolah dapat mendorong guru bekerja dengan tujuan untuk pencapaian prestasi.

Dalam pengendalian meliputi (1)Kepala sekolah dapat mengevaluasi pelaksanaan program-program sekolah seperti yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan, (2) Kepala sekolah dapat mengevaluasi kinerja guru dan personel sekolah lainnya, (3) Kepala sekolah dapat memberikan penguatan terhadap keberhasilan yang telah dicapai oleh guru, (4) Kepala sekolah dapat memperbaiki kesalahan/kelemahan yang telah dibuat oleh guru dan personel lainnya.

Kepala sekolah memiliki peranan yang sangat kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. Kepala sekolah dituntut mempunyai kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang memadai agar mampu mengambil inisiatif dan prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Manajemen sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan. Hal ini disebabkan karena manajemen sekolah secara langsung akan mempengaruhi dan menentukan efektif tidaknya kurikulum, berbagai peralatan belajar, waktu mengajar dan proses pembelajaran.

Sekolah efektif dalam perspektif manajemen, manajemen sekolah merupakan proses pemanfaatan seluruh sumber daya sekolah yang dilakukan melalui tindakan yang rasional dan sistematik (mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengerahan tindakan dan pengendalian) untuk mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien. Darling-Hammond, L (1992) menyatakan dimensi sekolah efektif meliputi : 1) layanan belajar bagi siswa, 2) pengelolaan dan layanan siswa, 3) sarana dan pra sarana sekolah, 4) program dan pembiayaan, 5) partisipasi masyarakat, dan 6) budaya sekolah.

Sekolah yang efektif berada dalam lapangan manajemen sekolah yang ciri/karakteristiknya menurut Edmonds (dalam Syafaruddin, 2002) meliputi (a) Kepala sekolah dan guru-guru memiliki komitmen dan perhatian yang tinggi terhadap perbaikan mutu pengajaran, (b) Guru-guru memiliki harapan yang tinggi untuk mendukung pencapaian prestasi siswa, (c) Iklim sekolah yang tidak kaku, sejuk tanpa tekanan dan kondusif dalam seluruh proses pengajaran, (d) Sekolah mempunyai pemahaman yang luas tentang fokus pengajaran dan mengusahakan keefektifan sekolah dengan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan secara maksimal, (e) Sekolah efektif dapat menjamin kemajuan siswa yang dimonitor secara periodik.

Indeks Pembangunan Education for All untuk Indonesia Naik Kalahkan Malaysia dan Philipina

Indonesia perngkat ke-65 di atas Malaysia yang hanya 69, dan Philipina 85 dalam indeks pembangunan Education for All. Indeks itu menandakan kalau Indonesia membaik. Meskipun masih berada dalam kategori negara dengan pencapaian sedang, posisi Indonesia semakin dekat untuk bisa masuk dalam kategori pencapaian tinggi.

Indeks Pembangunan Pendidikan atau Education Development Index (EDI) dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Indonesia pada saat ini berada di urutan ke-65 dari 128 negara. Sebanyak 62 negara berada dalam kategori pencapaian tinggi, di antaranya Brunei. Sebanyak 36 negara di kategori sedang, di antaranya Indonesia, Malaysia (69), dan Filipina (85). Sisanya masuk dalam kategori rendah, seperti India, Kamboja, Laos, dan Nigeria.

Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2010 yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan Selasa (19/1) kemarin, EDI Indonesia tahun 2007 adalah 0,947. Nilai itu naik dari tahun sebelumnya yang mencapai 0,925.

Tiap Tahun
Global Monitoring Report dikeluarkan setiap tahun yang berisi hasil pemonitoran reguler pendidikan dunia. Indeks pendidikan tersebut dibuat dengan mengacu pada enam tujuan pendidikan EFA yang disusun dalam pertemuan pendidikan global di Dakar, Senegal, tahun 2000.

Total nilai EDI diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar.

Meskipun pencapaian EDI di banyak negara semakin membaik, diingatkan supaya tetap fokus untuk menjangkau anak- anak marginal. Terjadinya krisis ekonomi global dikhawatirkan semakin sulit bagi anak-anak marginal untuk mengakses pendidikan.

Anak-anak marginal adalah mereka yang menjadi korban dari kemiskinan, hidup di daerah terpencil dan konflik, serta mengalami diskriminasi etnis, bahasa, kemampuan, dan penyakit.

Implikasi Luas
Irina Bokova, Direktur Jenderal UNESCO, mengingatkan kemunduran dalam bidang pendidikan berimplikasi luas dalam kehidupan. Pendidikan yang rendah akan menimbulkan persoalan pertumbuhan ekonomi yang rendah, kemiskinan, kesehatan, serta bidang lainnya.

Ferdiansyah, anggota Komisi X DPR, mengatakan, meskipun berdasarkan data yang dilansir pemerintah, pencapaian pendidikan dasar sudah selesai, nyatanya di jalanan kota-kota besar masih banyak anak usia wajib belajar yang tidak berada di bangku sekolah saat jam belajar.

”Kita tidak mau berdebat soal data yang tercapai. Tetapi, kita ingin melihat semua anak, tanpa terkecuali, berada di sekolah saat jam belajar. Ini tugas pemerintah untuk menjamin tidak ada anak usia belajar yang tidak bisa mengenyam pendidikan,” kata Ferdiansyah.

Mohammad Nuh, Menteri Pendidikan Nasional, mengatakan, pendidikan yang dilaksanakan tidak boleh diskriminatif. Pemerintah terus bekerja untuk mengatasi hambatan anak-anak belajar dan mendapatkan pendidikan yang berkualitas. (Sumber: Kompas cetak.com/ELN)

Rabu, 20 Januari 2010

Beberapa Gangguan Bicara dan Bahasa pada Anak

Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak yang sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu keterlambatan bicara. Gangguan ini tampaknya semakin hari dilaporkan meningkat.

Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5-10 persen pada anak sekolah. Anak dikatakan mengalami keterlambatan bicara dan harus berkonsultasi dengan ahli, bila sampai usia 12 bulan sama sekali belum mengeluarkan ocehan atau babbling, sampai usia 18 bulan belum keluar kata pertama yang cukup jelas, padahal sudah dirangsang dengan berbagai cara, terlihat kesulitan mengatakan beberapa kata konsonan, seperti tidak memahami kata-kata yang kita ucapkan, serta terlihat berusaha sangat keras untuk mengatakan sesuatu, misalnya sampai ngiler atau raut muka berubah.

Penyebab keterlambatan bicara sangat luas dan banyak. Ada yang ringan sampai yang berat, mulai yang bisa membaik hingga yang sulit dikoreksi. Yang pasti, semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut.

Ada beberapa gangguan yang perlu diperhatikan:
1. Disfasia
Gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa.

Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.

2. Gangguan disintegratif pada kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)
Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan bahasa, sosial, dan motorik.

3. Sindrom Asperger
Gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi nonverval (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan), tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan emosional.

4. Gangguan multisystem development disorder (MSDD)
MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indra lainnya. Sulit berpartisipasi dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam interaksinya. Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas rutin lainnya.

Pembelajaran Berbasis Kreativitas bukan Rutinitas

Ada perbedaan yang sangat mencolok dalam tujuan pelaksanaan pendidikan di negara moderen seperti Amerika Serikat dan negara berkembang seperti Indonesia. Tren pendidikan di AS saat lebih ini ditujukan untuk menciptakan lulusan yang kemampuan intelektualnya tidak dapat digantikan oleh mesin. Para lulusan di AS diharapkan hanya akan menjadi pencetak ide-ide kreatif, peneliti, dan penganalisis. Mereka menjual segala karyanya sebagai kerja kreatif yang sungguh mahal harganya.

Sementara di negara-negara berkembang seperti Indonesia, kita masih melakukan pekerjaan-pekerjaan rutin, baik yang kita lakukan dengan tangan sendiri maupun mesin-mesin produksi, karena pendidikan kita memang mengarahkan demikian. "Kita hanya membeli dan memakai dari mereka, bukan mencipta," ujar Upie Naimah, Head of Business Management Sekolah High/Scope Indonesia (SHI), di Jakarta, Kamis (14/1/2010)

"Kini saatnya pendidikan Indonesia meninggalkan paradigma lama yang memandang pendidikan di sekolah hanya dari ukuran akademik, sementara nonakademik selalu dibelakangkan," ujarnya. Upie menambahkan, pembuat kebijakan, guru, serta orangtua murid sering lupa bahwa belajar di sekolah bukan semata untuk mendapatkan nilai dan prestasi akademik.

Apakah sekolah dibangun hanya sebagai gedung dengan kursi dan meja teratur, tempat anak-anak didik dijejali beragam kurikulum yang begitu berat dan kadang melebihi daya serapnya sebagai seorang anak? Apa artinya ke sekolah, untuk belajar atau dinilai?

Dalam bersekolah siswa harus mampu membaca, menemukan, dan menggali kemampuan-kemampuan sesuai perkembangan usia dan kemampuannya. Bukankah tujuan sekolah adalah menjadikan belajar sebagai sebuah proses seumur hidup, sebagai bekal anak didik menghadapi masa depannya, bukan nilai-nilai dan prestasi akademik semata.

"Untuk itu, diperlukan pendekatan-pendekatan real life pada semua mata pelajaran yang diberikan kepada anak didiknya. Para siswa SMA, misalnya, dikenakan aturan wajib magang selama dua (2) semester atau 1 tahun di sebuah perusahaan. Selain itu, ada juga Community Service, yang mewajibkan siswa melakukan pelayanan publik ke panti-panti asuhan. Sementara itu, Student Service akan mengharuskan siswa menjadi asisten guru di kelas milik adik-adik di bawahnya, baik itu SD, SMP, maupun SMA.

Entreprenuership menjadi semacam benang merah yang ikut menopang kekuatan kurikulum pendidikan, mulai prasekolah hingga SMA. Salah satu pendekatan praksis yang adalah dengan menghadirkan program Business Day. Harus terjadi integrasi dari beberapa mata pelajaran tertentu, mulai dari Matematika, Bahasa Indonesia dan Inggris, studi sosial, serta ekonomi.

Dalam Sekolah, yang Penting Tujuan Bukan Hasil

Saat ini, hasil belajar berupa angka-angka skor atau nilai menjadi dambaan utama sehingga tidak kaget jika UAN sangat dipersoalkan. Padahal, dalam pendidikan di sekolah yang dipentingkan adalah perubahan sikap dan tingkah laku berdasarkan tujuan pendidikan. Pembuat kebijakan, pengelola sekolah, guru, serta orangtua murid seringkali lupa, bahwa belajar di sekolah bukan semata untuk mendapatkan nilai dan prestasi akademik. Sudah saatnya dunia pendidikan Indonesia harus meninggalkan paradigma lama tersebut. Bisa mengambil keputusan dengan baik sesuai nilai-nilai yang kreatif dan moralitas yang tinggi, untuk itulah intinya tujuan ke sekolah.

Paradigma tersebut selalu memandang tujuan pendidikan di sekolah hanya berdasarkan ukuran-ukuran akademik. Padahal sebetulnya, tujuan atau ultimate goal pendidikan di sebuah sekolah adalah menjadikan anak didik bisa membuat keputusan yang tepat dalam hidupnya dengan nilai-nilai kreatif serta menjunjung moralitas yang tinggi.

Siswa harus bisa mengambil keputusan dengan baik sesuai nilai-nilai tadi, untuk itulah intinya mereka ke sekolah. Itu harus dijadikan kebiasaan, agar pada akhirnya mereka bisa melihat permasalahan dan menghargai setiap perbedaan dalam mencari solusi permasalahan itu dengan jujur dan kreatif.

Selasa, 19 Januari 2010

Karakteristik Pembelajaran Kuantum

Pembelajaran kuantum memiliki karakteristik umum yang dapat memantapkan dan menguatkan sosoknya. Beberapa karakteristik umum yang tampak membentuk sosok pembelajaran kuantum sebagai berikut.

1. Pembelajaran kuantum berpangkal pada psikologi kognitif, bukan fisika kuantum meskipun serba sedikit istilah dan konsep kuantum dipakai.

Oleh karena itu, pandangan tentang pembelajaran, belajar, dan pembelajar diturunkan, ditransformasikan, dan dikembangkan dari berbagai teori psikologi kognitif; bukan teori fisika kuantum. Dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak berkaitan erat dengan fisika kuantum – kecuali analogi beberapa konsep kuantum. Hal ini membuatnya lebih bersifat kognitif daripada fisis.

2. Pembelajaran kuantum lebih bersifat humanistis, bukan positivistis-empiris, “hewan-istis”, dan atau nativistis.

Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatiannya. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi, dan sebagainya dari pembelajar diyakini dapat berkembang secara maksimal atau optimal. Hadiah dan hukuman dipandang tidak ada karena semua usaha yang dilakukan manusia patut dihargai. Kesalahan dipandang sebagai gejala manusiawi. Ini semua menunjukkan bahwa keseluruhan yang ada pada manusia dilihat dalam perspektif humanistis.

3. Pembelajaran kuantum lebih bersifat konstruktivis(tis), bukan positivistis-empiris, behavioristis, dan atau maturasionistis.

Karena itu, menurut hemat penulis, nuansa konstruktivisme dalam pembelajaran kuantum relatif kuat. Malah dapat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum merupakan salah satu cerminan filsafat konstruktivisme kognitif, bukan konstruktivisme sosial. Meskipun demikian, berbeda dengan konstruktivisme kognitif lainnya yang kurang begitu mengedepankan atau mengutamakan lingkungan, pembelajaran kuantum justru menekankan pentingnya peranan lingkungan dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan optimal dan memudahkan keberhasilan tujuan pembelajaran.

4. Pembelajaran kuantum berupaya memadukan [mengintegrasikan], menyinergikan, dan mengolaborasikan faktor potensi-diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan [fisik dan mental] sebagai konteks pembelajaran.

LKebih tepat dikatakan di sini bahwa pembelajaran kuantum tidak memisahkan dan tidak membedakan antara res cogitans dan res extenza, antara apa yang di dalam dan apa yang di luar. Dalam pandangan pembelajaran kuantum, lingkungan fisikal-mental dan kemampuan pikiran atau diri manusia sama-sama pentingnya dan saling mendukung. Karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.

5. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna, bukan sekadar transaksi makna.

Dapat dikatakan bahwa interaksi telah menjadi kata kunci dan konsep sentral dalam pembelajaran kuantum. Karena itu, pembelajaran kuantum memberikan tekanan pada pentingnya interaksi, frekuensi dan akumulasi interaksi yang bermutu dan bermakna. Di sini proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan interaksi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya-cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar. Interaksi yang tidak mampu mengubah energi menjadi cahaya harus dihindari, kalau perlu dibuang jauh dalam proses pembelajaran. Dalam kaitan inilah komunikasi menjadi sangat penting dalam pembelajaran kuantum.

6. Pembelajaran kuantum sangat menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.

Di sini pemercepatan pembelajaran diandaikan sebagai lompatan kuantum. Pendeknya, menurut pembelajaran kuantum, proses pembelajaran harus berlangsung cepat dengan keberhasilan tinggi. Untuk itu, segala hambatan dan halangan yang dapat melambatkan proses pembelajaran harus disingkirkan, dihilangkan, atau dieliminasi. Di sini pelbagai kiat, cara, dan teknik dapat dipergunakan, misalnya pencahayaan, iringan musik, suasana yang menyegarkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan sebagainya. Jadi, segala sesuatu yang menghalangi pemercepatan pembelajaran harus dihilangkan pada satu sisi dan pada sisi lain segala sesuatu yang mendukung pemercepatan pembelajaran harus diciptakan dan dikelola sebaik-baiknya.

7. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran, bukan keartifisialan atau keadaan yang dibuat-buat.

Kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar, sehat, rileks, santai, dan menyenangkan, sedang keartifisialan dan kepura-puraan menimbulkan suasana tegang, kaku, dan membosankan. Karena itu, pembelajaran harus dirancang, disajikan, dikelola, dan difasilitasi sedemikian rupa sehingga dapat diciptakan atau diwujudkan proses pembelajaran yang alamiah dan wajar. Di sinilah para perancang dan pelaksana pembelajaran harus bekerja secara proaktif dan suportif untuk menciptakan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.

8. Pembelajaran kuantum sangat menekankan kebermaknaan dan kebermutuan proses pembelajaran.

Proses pembelajaran yang tidak bermakna dan tidak bermutu membuahkan kegagalan, dalam arti tujuan pembelajaran tidak tercapai. Sebab itu, segala upaya yang memungkinkan terwujudnya kebermaknaan dan kebermutuan pembelajaran harus dilakukan oleh pengajar atau fasilitator. Dalam hubungan inilah perlu dihadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman pembelajar perlu diakomodasi secara memadai. Pengalaman yang asing bagi pembelajar tidak perlu dihadirkan karena hal ini hanya membuahkan kehampaan proses pembelajaran. Untuk itu, dapat dilakukan upaya membawa dunia pembelajar ke dalam dunia pengajar pada satu pihak dan pada pihak lain mengantarkan dunia pengajar ke dalam dunia pembelajar. Hal ini perlu dilakukan secara seimbang.

9. Pembelajaran kuantum memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.

Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang menggairahkan atau mendukung, dan rancangan belajar yang dinamis. Isi pembelajaran meliputi penyajian yang prima, pemfasilitasan yang lentur, keterampilan belajar-untuk-belajar, dan keterampilan hidup. Konteks dan isi ini tidak terpisahkan, saling mendukung, bagaikan sebuah orkestra yang memainkan simfoni. Pemisahan keduanya hanya akan membuahkan kegagalan pembelajaran. Kepaduan dan kesesuaian keduanya secara fungsional akan membuahkan keberhasilan pembelajaran yang tinggi; ibaratnya permainan simfoni yang sempurna yang dimainkan dalam sebuah orkestra.

10. Pembelajaran kuantum memusatkan perhatian pada pembentukan keterampilan akademis, keterampilan [dalam] hidup, dan prestasi fisikal atau material.

Ketiganya harus diperhatikan, diperlakukan, dan dikelola secara seimbang dan relatif sama dalam proses pembelajaran; tidak bisa hanya salah satu di antaranya. Dikatakan demikian karena pembelajaran yang berhasil bukan hanya terbentuknya keterampilan akademis dan prestasi fisikal pembelajar, namun lebih penting lagi adalah terbentuknya keterampilan hidup pembelajar. Untuk itu, kurikulum harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat terwujud kombinasi harmonis antara keterampilan akademis, keterampilan hidup, dan prestasi fisikal.

11. Pembelajaran kuantum menempatkan nilai dan keyakinan sebagai bagian penting proses pembelajaran.

Tanpa nilai dan keyakinan tertentu, proses pembelajaran kurang bermakna. Untuk itu, pembelajar harus memiliki nilai dan keyakinan tertentu yang positif dalam proses pembelajaran. Di samping itu, proses pembelajaran hendaknya menanamkan nilai dan keyakinan positif dalam diri pembelajar. Nilai dan keyakinan negatif akan membuahkan kegagalan proses pembelajaran. Misalnya, pembelajar perlu memiliki keyakinan bahwa kesalahan atau kegagalan merupakan tanda telah belajar; kesalahan atau kegagalan bukan tanda bodoh atau akhir segalanya. Dalam proses pembelajaran dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah (punishment dan reward) tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai. Nilai dan keyakinan positif seperti ini perlu terus-menerus dikembangkan dan dimantapkan. Makin kuat dan mantap nilai dan keyakinan positif yang dimiliki oleh pembelajar, kemungkinan berhasil dalam pembelajaran akan makin tinggi. Dikatakan demikian sebab “Nilai-nilai ini menjadi kacamata yang dengannya kita memandang dunia. Kita mengevaluasi, menetapkan prioritas, menilai, dan bertingkah laku berdasarkan cara kita memandang kehidupan melalui kacamata ini”, ungkap DePorter dalam Quantum Business (2000:54).

12. Pembelajaran kuantum mengutamakan keberagaman dan kebebasan, bukan keseragaman dan ketertiban.

Keberagaman dan kebebasan dapat dikatakan sebagai kata kunci selain interaksi. Karena itu, dalam pembelajaran kuantum berkembang ucapan: Selamat datang keberagaman dan kebebasan, selamat tinggal keseragaman dan ketertiban!. Di sinilah perlunya diakui keragaman gaya belajar siswa atau pembelajar, dikembangkannya aktivitas-aktivitas pembelajar yang beragam, dan digunakannya bermacam-macam kiat dan metode pembelajaran. Pada sisi lain perlu disingkirkan penyeragaman gaya belajar pembelajar, aktivitas pembelajaran di kelas, dan penggunaan kiat dan metode pembelajaran.

13. Pembelajaran kuantum mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran.

Aktivitas total antara tubuh dan pikiran membuat pembelajaran bisa berlangsung lebih nyaman dan hasilnya lebih optimal.

Penciptaan Kondisi Belajar Orang Dewasa

Kondisdi belajar orang dewasa perlu diciptakan agar berlangsung pembelajaran yang efektif. Pembelajaran kepada orang dewasa dapat efektif (lebih cepat dan melekat pada ingatannya), bilamana pembimbing (pelatih, pcngajar, penatar, instruktur, dan sejenisnya) tidak terlalu mendominasi kelompok kelas, mengurangi banyak bicara, namun mengupayakan agar individu orang dewasa itu mampu menemukan altematif-altematif untuk mengembangkan kepribadian mereka.

Seorang pembimbing yang baik harus berupaya untuk banyak mendengarkan dan menerima gagasan seseorang, kemudian menilai dan menjawab pertanyaan yang diajukan mereka. Orang dewasa pada hakekalnya adalah makhluk yang kreatif bilamana seseorang mampu menggerakkan/menggali potensi yang ada dalam diri mereka. Dalam upaya ini, diperlukan keterampilan dan kiat khusus yang dapat digunakan dalam pembelajaran tersebut.

Di samping itn, orang dewasa dapat dibelajarkan lebih aktif apabila mereka merasa ikut dilibatkan dalam aktivitas pembelajaran, terutama apabila mereka dilibatkan memberi sumbangan pikiran dan gagasan yang membuat mereka merasa berharga dan memiliki harga diri di depan sesama temannya. Artinya, orang dewasa akan belajar lebih baik apabila pendapat pribadiriya dihormati, dan akan lebih senang kalau ia boleh sumbang saran pemikiran dan mengemukakan ide pikirannya, daripada pembimbing melulu menjejalkan teori dan gagasannya sendiri kepada mereka.

Oleh karena sifat belajar hagi orang dewasa adalah hersifat subjektif dan unik, maka terlepas dan benar atari salahnya, segala pendapat perasaan, pikiran, gagasan, teori, sistem nilainya perlu dihargai. Tidak menghargai (meremehkan dan menyampingkan) harga diri mereka, hanya akan mematikan gairah belajar orang dewasa. Namun demikian, pembelajaran orang dewasa perlu pula mendapatkan kepercayaan dart pembimbingnya, dan pada akhimya mereka harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri. Tanpa kepercayaan diri tersebut maka suasana belajar yang kondusif tak akan pemah terwujud.

Orang dewasa memiliki sistem nilai yang berbeda, mempunyai pendapat dan pendirian yang berheda. Dengan terciptanya suasana yang baik, mereka akan dapat mengemukakan isi hati dan isi pikirannya tanpa rasa takut dan cemas, walaupun mereka saling herbeda pendapat. Orang dewasa mestinya memiliki perasaan bahwa dalam suasana/ situasi belajar yang hagaimanapun, mereka boleh berbeda pendapat dan boleh berbuat salah tanpa dirinya terancam oleh sesuatu sanksi (dipermalukan, pemecatan, cemoohan, dll).

Keterbukaan seorang pembimbing sangat membantu bagi kemajuan orang dewasa dalam mengembangkan potensi pribadiriya di dalam kelas, atau di tempat pelatihan. Sifat keterbukaan untuk mengungkapkan diri, dan terbuka untuk mendengarkan gagasan, akan berdampak baik bagi kesehatan psikologis, dan pisis mereka. Di samping itu, harus dihindari segala bentuk akibat yang membuat orang dewasa mendapat ejekan, hinaan, atau diperma1ukan. Jalan terbaik hanyalah diciptakannya suasana keterbukaan dalam segala hal, sehingga berbagai altematif kebebasan mengemukakan ide/ gagasan dapat diciptakan.

Dalam hal lainnya, tidak dapat dinafikkan bahwa orang dewasa belajar sccara khas dan unik. Faktor tingkat kecerdasan, kepercayaan diri, dan perasaan yang terkendali harus diakui sebagai hak pribadi yang khas sehingga keputusan yang diambil tidak harus selalu sama dengan pribad i orang lain. Kebersamaan dalam kelompok tidak selalu harus sama dalam prihadi, sebab akan sangat membosankan kalau saja suasana yang seakan hanya mengakui satu kebenaran tanpa adanya kritik yang memperlihatkan perbedaan tersehut. Oleh sebab itu, latar belakang pendidikan, latar helakang kebudayaan, dan pengalaman masa lampau masing-masing individu dapat memberi wama yang berbeda pada setiap keputusan yang diambil.

Bagi orang dewasa, terciptanya suasana belajar yang kondusif merupakan suatu fasilitas yang mendorong mereka mau mencoba perilaku baru, herani tampil beda, dapat berlaku dengan sikap baru dan mau mencoba pengetahuan baru yang mereka peroleh. Walaupun sesuatu yang baru mengandung resiko terjadinya kesalahan, namun kesalahan, dan kekeliruan itu sendiri merupakan bagian yang wajar dan belajar.

Pada akhimya, orang dewasa ingin tahu apa arti dirinya dalam kelompok belajar itu. Bagi orang dewasa ada kecenderungan ingin mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya. Dengan demikian, diperlukan adanya evaluasi bersama oleh seluruh anggota kelompok dirasakannya herharga untuk bahan renungan, di mana renungan itu dapat mengevaluasi dirinya dan orang lain yang persepsinya bisa saja memiliki perbedaan.

Berkat Kekuatan Guru dalam Memfasilitasi Pembelajaran, Siswa SMKN 4 Bandung Bisa Merakit Laptop

Inilah bukti bahwa pembelajaran yang bersifat induktif dengan model fasilitator dapat memberikan jaminan bahwa siswa tidak sekadar tahu tetapi malah dapat memproduksi. Hal itu terjadi di SMKN4 Bandung. Siswa SMK Negeri 4 Bandung sudah bisa merakit laptop sendiri. Di ruang laboratorium komputer SMK N 4 yang berada di lantai 2 komplek sekolah yang beralamat di Jalan Kliningan No 4, Bandung, ini, siswa-siswi kelas 3 belajar merakit laptop. Tak hanya sekedar dirakit, laptop tersebut juga dijual.

"Kami memberikan pemahaman yang lain kepada siswa. Selain mereka bisa merakit laptopnya sendiri, mereka juga belajar untuk memasarkan laptop tersebut," tutur Endang Rukman Kepala Sekolah SMK Negeri 4 Bandung.

Menurut Endang, dengan model pembelajaran seperti itu, para siswanya tidak hanya sekadar mendapatkan pengetahuan secara teoritis. Tapi juga melatih jiwa-jiwa wirausaha. "Bukan hanya sekadar pengguna. Anak-anak dapat pengetahuan dan mengasah jiwa enterpreneur mereka," katanya.

Dijelaskan oleh Endang, program kerjasama ini merupakan inisiasi dari Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK). Direktorat kemudian menjalin kerjasama dengan vendor-vendor laptop dalam negeri. "Direktorat punya program ini, salah satu upayanya adalah bagaimana supaya sekolah lebih real untuk praktik kerja. Karena itulah direktorat berikan bantuan dana sebesar Rp 400 juta. Dana ini kita pergunakan untuk pembelian komponen laptop tersebut," tuturnya.

Di tempat yang sama, Eman Sulaeman Hidayat, Direktur Business Center SMK N 4 Bandung menjelaskan bahwa program tersebut pada dasarnya telah dimulai sejak bulan Agustus 2009. Sejak penunjukan oleh Direktorat PSMK, SMK N 4 langsung diberi kepercayaan oleh Advan untuk perakitan.

"Sebenarnya dulu kami inginnya dengan Zyrex. Tapi malah diberi kepercayaan oleh Advan. Dari sekitar 7.800 SMK, hanya 32 SMK yang mendapatkan program ini. Dan kita salah satunya," terangnya. Sejak November, sekolah ini mampu merakit 40 unit laptop. Dan semuanya telah laku dijual. (sumber: detik.com/afz/wsh )

Jumat, 15 Januari 2010

Ciri Anak Autis

Oleh Suyatno

Mungkin banyak anak-anak autis yang berada di kelas seorang guru untuk sekolah anak-anak normal. Merka kadang membuat marah guru bahkan membuat guru main tangan dengan memukul siswa itu. Jika demikian, bisa jadi, anak tersebut autis. Guru perlu mencermati ciri-ciri anak autis.

Anak-anak autis memang tidak mungkin bersekolah di sekolah umum. Mereka butuh sekolah yang dapat mengakomodasi kebutuhan-kebutuhan mereka yang berbeda. Namun, di daerah tertentu, banyak sekolah normal dimasuki anak autis akibat keterbatasan guru dan kepala sekolah mendeteksi sejak dini anak autis.

Berikut ini ciri-ciri anak autis. Anak autis memiliki kekurangan dalam hal berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Seperti apa tandanya? Tidak mau melihat ketika dipanggil, tidak merespons ketika diajak bicara, lebih suka sendiri, tidak suka berada di tempat yang ramai, tidak fokus pada suatu kegiatan, melakukan kegiatan tanpa suatu tujuan tertentu (misalnya, hanya berlari-larian tanpa henti di satu ruangan), dan memiliki IQ yang tinggi.

Jika guru menemukan anak-anak dengan kondisi itu, segera guru mendatangi psikolog atau sekolah autis. Kalau tidak, kelainan autis anak itu akan semakin terlambat dan kemungkinan besar akan terjadi penurunan nilai-nilai akademiknya.

Salah satu sekolah autis yang ada di Indonesia adalah D'Knot. Sekolah itu menerapkan metode pembelajaran khusus untuk anak autis, yakni Individual Education Plan (IEP), atau sering disebut one on one learning (satu guru dan satu murid). Di sekolah itu juga ditempatkan orangtua sebagai partner dalam mengajar. Dengan demikian orangtua bisa berkomunikasi dan memantau perkembangan belajar dan terapi si kecil setiap hari. Terdapat sesi konseling, terapi dan evualuasi periodik (rapor dan laporan terapi) yang melibatkan kerjasama antara orangtua, guru, psikolog, terapis, dan tim ahli.

Agar guru dapat lebih fokus dalam membimbing anak didiknya, jumlah murid dibatasi. Dalam satu kelas maksimum hanya ada 8 murid, dengan 3 orang guru dan seorang asisten. Ada parents support group atau pertemuan guru dan orangtua anak autis setiap bulannya untuk bertukar pengalaman.

Terapi standar yang diberikan antara lain evaluasi psikologis, finger print test, terapi wicara, Auditory Verbal Theraphy (AVT), terapi okupasi, speech teraphy, dan bimbingan belajar. Metode lain yang diberikan oleh sekolah yang berlokasi di Tomang, Jakarta Barat ini, adalah Picture Exchange Communication (PEC), yang merupakan metode bagi anak autis yang umumnya sulit berkomunikasi atau enggan berbicara.

Lewat kartu yang menuliskan kebutuhan dan keinginan mereka, kita akan tahu maksud-maksud mereka. Jadi mereka tidak hanya menarik-narik baju kita jika ingin meminta kita melakukan sesuatu. Selain itu, D'Knot juga menyediakan Nanny Academy yang dapat diikuti pengasuh atau baby sitter si anak. Peran mereka juga sangat dibutuhkan, karena umumnya usai berlibur panjang tanpa mengikuti terapi, anak autis akan mengalami penurunan kemampuan.

Mendiknas M. Nuh: Budaya dan Karakter Bangsa Perlu Diperkuat

Sekolah mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi memiliki peran penting sebagai agen penyebar virus positif terhadap karakter dan budaya bangsa. Tidak ada yang menolak tentang pentingnya karakter dan budaya, tetapi jauh lebih penting bagaimana menyusun dan mengatur secara sistematis sehingga anak-anak dapat lebih berkarakter dan lebih berbudaya.

Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengemukakan perlunya memperkuat karakter dan budaya bangsa melalui pendidikan pada Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di Jakarta, Kamis (14/1/2010). Guna merumuskan pendidikan karakter dan budaya yang mesti dibangun, Kementerian Pendidikan Nasional mengundang sekitar 195 orang yang terdiri dari pakar pendidikan, tokoh masyarakat, budayawan, agamawan, akademisi, birokrat, pemerhati pendidikan, dan pihak lain yang terkait.

Mendiknas mengatakan, masyarakat risau sekaligus merindukan supaya persoalan karakter dan budaya bisa diperhatikan secara serius. "Memang penting untuk memperkuat pembangunan karakter dan budaya karena kita ingin membangun peradaban," kata Nuh.

Menurut Nuh, beberapa kebiasaan atau budaya yang perlu ditumbuhkembangkan, di antaranya, budaya apresiasif konstruktif. "Kebiasaan memberikan apresiasi itu akan membangun lingkungan untuk tumbuh suburnya orang berprestasi. Kalau lingkungan sendiri tidak mendukung seseorang berprestasi maka nanti akan terus menerus negatif," katanya.

Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan, kata Nuh, adalah obyektif komprehensif. Masyarakat perlu mentradisikan melihat segala sesuatu secara utuh. Budaya berikutnya yang perlu dikembangkan adalah rasa penasaran intelektual atau intellectual curiosity dan kesediaan untuk belajar dari orang lain.(Sumber: Kompas.com)

Wapres Boediono: Pendidikan Prioritas Utama

"Pendidikan menjadi perhatian penting yang tidak bisa kita abaikan dan harus menjadi perhatian tidak saja oleh pemerintah, tetapi juga masyarakat," kata Wapres di Balikpapan, Kalimantan Timur, Jumat (15/1/2010). Wapres Boediono mengingatkan, pendidikan tetap menjadi unsur penting bagi kemajuan bangsa Indonesia sehingga akan tetap menjadi prioritas utama bagi pemerintah.

Berbicara di depan ratusan guru dan murid se-Kaltim, Boediono mengatakan, dalam setiap kunjungan ke daerah, dirinya selalu memerhatikan perkembangan pendidikan. Setiap negara maju, menurut dia, tidak lagi bisa bergantung pada kekayaan sumber daya alam (SDA), tetapi akan lebih mengandalkan sumber daya manusia (SDM).

"Kalau ada negara yang masih mengandalkan SDA, maka tidak akan maju karena kekayaan itu lama-lama akan habis," kata Wapres didampingi Menko Kesra Agung Laksono, Mendiknas Mohammad Nuh, Menteri PU Djoko Kirmanto, serta Menneg LH M Gusti Hatta.

Namun, ujar Mendiknas, kekayaan SDM tidak akan pernah habis dan untuk meningkatkan kekayaan itu, pendidikan akan menjadi perhatian penting. "Kekayaan SDM adalah motor penggerak kemajuan suatu bangsa dan negara. Tidak ada negara yang maju dengan kekayaan SDA, tapi justru lebih mengandalkan kekayaan SDM," kata Wapres. "Dengan memiliki kekayaan SDM, bangsa Indonesia akan mampu bersaing dengan bangsa lain. Itu harapan kita bersama," ujarnya.

Budaya dan Karakter Bangsa Diperdebatkan

Pendidikan saat ini hanya mengedepankan penguasaan aspek keilmuan dan kecerdasan anak. Adapun pembentukan karakter dan nilai-nilai budaya bangsa di dalam diri siswa semakin terpinggirkan. Rapuhnya karakter dan budaya dalam kehidupan berbangsa bisa membawa kemunduran peradaban bangsa. Padahal, kehidupan masyarakat yang memiliki karakter dan budaya yang kuat akan semakin memperkuat eksistensi suatu negara.

Persoalan itu mengemuka dalam Sarasehan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa yang diadakan Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta, Kamis (14/1/2010). Acara yang dibuka Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh itu diikuti sekitar 195 orang yang terdiri dari pakar pendidikan, tokoh masyarakat, budayawan, rohaniwan, akademisi, birokrat, dan pihak lain yang terkait.

”Indonesia dikenal memiliki karakter kuat sebelum zaman kemerdekaan, tatkala mencapai kemerdekaan, dan mempertahankan kemerdekaan. Sekarang, karakter masyarakat Indonesia tidak sekuat pada masa lalu, sangat rapuh. Pemimpin saat ini juga tidak menjaga pembangunan karakter dan budaya bangsa,” kata Yahya Muhaimin, mantan Menteri Pendidikan Nasional, salah satu pembicara.

Menurut Yahya, pembangunan karakter mesti menjadi program nasional. Dalam pendidikan, pembentukan karakter dan budaya bangsa pada siswa tidak mesti masuk kurikulum. Yahya mengatakan, nilai-nilai yang ditumbuhkembangkan dalam diri siswa berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara nasional yang berdasarkan pada agama dan kenegaraan. Misalnya, kejujuran, dapat dipercaya, kebersamaan, toleransi, tanggung jawab, dan peduli kepada orang lain.

Positif dan konstruktif
Franz Magnis-Suseno, guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, mengatakan, yang dibutuhkan bukan hanya karakter kuat, tetapi juga benar, positif, dan konstruktif. Namun, untuk membentuk anak-anak didik yang berkarakter kuat tidak boleh ada feodalisme para pendidik. Jika pendidik membuat anak menjadi ”manutan” dengan nilai-nilai penting, tenggang rasa, dan tidak membantah, karakter anak tidak akan berkembang.

”Kalau kita mengharapkan karakter, anak itu harus diberi semangat dan didukung agar ia menjadi pemberani, berani mengambil inisiatif, berani mengusulkan alternatif, dan berani mengemukakan pendapat yang berbeda. Ia harus diajarkan untuk berpikir sendiri,” katanya.

Pemimpin Pondok Modern Darussalam Gontor KH Syukri Zarkasi mengatakan, kita mesti tahu orientasi pendidikan supaya tidak sekadar mendapat ijazah untuk mencari kerja. Pendidikan yang utama adalah membangun karakter.

Mendiknas mengatakan, kerisauan dan kerinduan banyak pihak untuk kembali memperkuat pendidikan karakter dan budaya bangsa direspons dengan baik. Pemerintah membutuhkan masukan, antara lain, menyangkut model-model pengembangan karakter dan budaya bangsa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pendidikan nasional. (Sumber: Kompas.com/ELN)

Jumat, 08 Januari 2010

Bakat Anak untuk Guru PAUD

Bakat merupakan sesuatu yang tersembunyi di dalam tubuh, ada yang sudah muncul sejak kecil tapi ada juga yang baru disadari setelah beranjak remaja. Seperti apa tanda-tanda anak yang memiliki bakat khusus?

Anak yang berbakat biasanya memang memiliki kemampuan lebih jika dibandingkan dengan anak lain yang usianya sama. Biasanya bakat ini baru akan terlihat saat anak sudah memasuki usia sekolah, tapi tak sedikit anak yang menunjukkan tanda-tandanya sejak masih balita.

Seperti dikutip dari Babycenter, Kamis (7/1/2010) anak usia 2-4 tahun kemungkinan punya kemampuan lebih jika:

1. Memiliki bakat yang spesifik, misalnya anak dapat menggambar sesuatu secara realistis atau dapat memanipulasi angka-angka di dalam kepala tanpa perlu menulis.
2. Bisa mencapai perkembangan yang lebih baik atau lebih dulu dibandingkan dengan teman seusianya.
3. Anak tidak pernah berhenti dari rasa penasarannya dan tidak berhenti bertanya.
4. Anak sangat aktif tapi tidak hiperaktif. Jika anak hiperaktif biasanya memiliki rentang waktu dalam memberikan perhatiannya sangat pendek, sedangkan anak yang berbakat bisa berkonsentrasi pada satu hal untuk jangka waktu yang lama dan sangat bersemangat.
5. Memiliki imajinasi yang hidup.
6. Bisa menghapal dan mengulanginya lagi fakta atau informasi yang didapatnya dari televisi, buku atau film dengan cepat dan mudah.

Pada usia 3 atau 4 tahun, beberapa anak berbakat mulai menyadari bahwa dirinya berbeda dnegan teman-teman yang lain. Hal ini bisa membuatnya merasa terisolasi atau mengalami frustasi, karena anak merasa mengapa dirinya bisa mengekspresikan diri secara fisik atau verbal lebih cepat dibanding teman-temannya.

Sebagian anak mungkin tidak perlu melakukan tes untuk menguji bakat. Tapi jika anak merasa sangat bosan berada di sekolah, menunjukkan tanda-tanda emosional atau adanya masalah sosial, maka sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan spesialis kesehatan mental anak atau melakukan tes bakat.

Tapi para ahli percaya bahwa hasil tes IQ yang diperoleh sebelum anak berusia 5 tahun tidaklah stabil, karena jika dilakukan uji ulang akan didapat skor yang fluktuatif.

Tes IQ hanyalah salah satu dari banyak faktor yang bisa dilihat sebelum menentukan apakah anak ini berbakat atau tidak. Salah satunya orangtua atau guru disuruh menulis kesan terhadap si anak, dan nantinya kesan ini akan dihubungkan dengan data hasil pengujian lain.

Terlepas dari apakah si anak memiliki bakat khusus atau tidak, hal terpenting bagi orangtua atau guru di sekolah adalah tetap memperlakukannya seperti anak-anak lain.(sumber:detik.com)

Guru PAUD: Perbanyaklah Siswa Anda Bermain

Bermain adalah dunia anak. Namun sesungguhnya, kegiatan bermain dapat mencerdaskan anak. Itu sebabnya para ahli menyarankan agar orangtua mulai mengenalkan aneka jenis permainan sejak bayi.

"Anak yang aktif secara fisik memiliki tingkat konsentrasi yang lebih baik dan hal ini sangat mendukung prestasi akademiknya di sekolah," kata Jack Kern, profesor kinesiologi dari University of Arkansas, Amerika Serikat.

Penelitian yang dilakukan para ahli di Inggris menguatkan pendapat Kern tersebut. Diketahui bahwa anak-anak yang memiliki gaya hidup sedentari (kurang bergerak) tidak hanya berpontensi menjadi gemuk tapi juga memiliki kecerdasan yang rendah.

Berbagai data dan penelitian juga menyatakan 70 persen perkembangan otak anak di 3 tahun pertama usianya bisa dioptimalkan dengan bermain. Namun, bagaimanakah mekanisme bermain mampu mencerdaskan otak anak?

Saat lahir, otak anak belum terbentuk sempurna dan akan terus berkembang sejalan pertumbuhan seorang anak. Permainan olahraga dan aktivitas fisik pada bayi dan balita akan berpengaruh pada perkembangan otak terutama dalam peningkatan kapasitas otak dalam penyimpanan informasi dan memanggil kembali informasi yang masuk.

Selain itu, agar sel-sel otak makin berkembang dan terhubung satu sama lain, otak perlu dirangsang dan diberi pengalaman. Permainan yang membuat anak aktif bergerak diketahui mempercepat sambungan sel-sel otak pada anak. Lewat permainan, otak juga makin terlatih untuk melakukan tugas-tugas yang butuh konsentrasi.

Bukan hanya itu, permainan fisik akan meningkatkan sirkulasi sel darah merah ke seluruh tubuh. Menurut Dr. Karen Heath dari Research Unit for Exercise Science and Sport Medicine, sel darah merah adalah pembawa oksigen dalam darah.

"Dengan meningkatnya aktivitas fisik, meningkat pula sirkulasi darah dalam tubuh anak. Hal ini sangat penting untuk otak, terutama saat anak mengerjakan tugas-tugas ujian yang butuh konsentrasi tinggi," katanya.

Itu sebabnya, biarkan anak bermain sepuasnya. Sesibuk apa pun, ajaklah anak bermain dan perkenalkan ia pada variasi permainan sesuai usianya. Yang terpenting adalah aktivitas yang dilakukan menyenangkan untuk anak dan jangan paksa anak melakukan permainan yang tidak disukainya.

Alasan Sekolah sebagai Sumber Stres Siswa

Kadang siswa stres bukan dari diri dia sendiri tetapi dari pengelolaan pembelajaran yang kurang memperhatikan kejiwaan siswa. Berikut ini, beberapa sumber stres siswa dalam bersekolah.

Terlalu banyak PR
Solusi: PR banyak tidak akan menimbulkan stres jika ada jadwal rutin untuk mengerjakannya. Orangtua harus membantu anak mengatur prioritas jadwal rutinnya di rumah. Lakukan kerjasama dengan pihak sekolah, diskusikan dengan guru bagaimana menciptakan PR dalam bentuk lain yang dapat dilakukan sambil bermain.

Ulangan/tes
Solusi: Seperti halnya PR, mengulang pelajaran di rumah sebaiknya dilakukan setiap hari. Dengan begitu, kapan pun ulangan diadakan, anak sudah siap. Namun, kalau soal tes memang dirasa sulit atau diluar kemampuan anak di tingkat yang sama, ayah ibu bersama orangtua yang lain bisa membicarakan ini dengan guru.

Dihukum/dipermalukan guru
Solusi: Bicaralah dengan pihak sekolah mengenai perasaan anak akibat dihukum atau dipermalukan guru di hadapan teman-temannya. Sebaiknya memang guru memberikan teguran lisan secara individual kepada anak yang melakukan kekeliruan. Ini penting supaya anak tetap merasa berharga kendati ia baru melakukan kesalahan.

Guru diperbolehkan memberikan sanksi sesuai aturan, tetapi guru tak boleh mengolok-olok anak didiknya. Olok-olok akan membuat anak merasa terhina tanpa dapat mengimbanginya, karena yang melakukan adalah pihak yang memiliki otoritas atas dirinya.

Harus tampil di depan kelas
Solusi: Jadikan acara presentasi ide dan hasil pekerjaan, juga mengerjakan soal di papan tulis, sebagai bagian dari kegiatan belajar. Sikap guru yang kooperatif, penuh penghargaan, dan ramah sangat membantu memupuk rasa percaya diri anak. Di rumah, orangtua bisa mengajak anak bermain peran yang mengharuskannya tampil di muka. Libatkan penghuni rumah lain sebagai pendengar.

Sekolah pagi
Solusi: Ciri-ciri anak yang mengalami stres karena harus bangun pagi antara lain mengeluh sakit di pagi hari, rewel, mengamuk, dan mogok sekolah. Atasi dengan memajukan jadwal tidurnya. Bangunkan anak secara bertahap dengan musik, cerita lucu atau suara binatang yang mampu menarik perhatiannya untuk bangun.

Ingatkan si kecil pada hal-hal menyenangkan yang akan dihadapi di hari itu, apakah teman-temannya, gurunya, atau bekal sekolahnya yang enak. Kalimat, "Ayo bangun! Kalau tidak, nanti kamu terlambat lo!" seringkali malah tidak efektif karena isi pesannya tidak menyenangkan. (Sumber: Kompas.com/Nakita/Uttiek)

Mengenali Siswa dari Golongan Darahnya

Banyak cara untuk mengenali siswa lebih mendalam agar penanganan guru sangat tepat sesuai dengan kepribadian siswa. Salah satunya, guru dapat menegenali siswa melalui golongan darah siswa. Percaya atau tidak, golongan darah juga dapat memengaruhi kepribadian siswa.

Golongan darah A
Biasanya siswa yang bergolongan darah A berkepala dingin, serius, sabar dan kalem atau cool, bahasa kerennya. Berkarakter tegas, bisa diandalkan dan dipercaya meski keras kepala. Sebelum melakukan sesuatu dipikirkan terlebih dulu dan direncanakan dengan matang.

Mereka mengerjakan segalanya dengan sungguh-sungguh dan konsisten, berusaha membuat diri sewajar mungkin. Mereka bisa kelihatan menyendiri dan jauh dari orang-orang. Mereka mencoba menekan perasaan mereka dan karena sering melakukannya jadi terlihat tegar kendati sebenarnya punya sisi yang lembek seperti gugup dan lain-lain sebagainya. Mereka cenderung keras terhadap orang-orang yang tak sependapat sehingga cenderung berada di sekitar orang-orang yang ber'temperamen' sama.

Golongan darah B
Siswa bergolongan darah B cenderung penasaran dan tertarik pada segalanya. Mereka juga cenderung punya terlalu banyak kegemaran dan hobi. Kalau sedang suka dengan sesuatu biasanya mereka menggebu-gebu tapi cepat juga bosan. Namun mereka bisa memilih mana yang lebih penting dari sekian banyak hal yang dikerjakannya. Mereka cenderung ingin jadi nomor satu dalam berbagai hal ketimbang hanya dianggap rata-rata. Tapi biasanya mereka cenderung melalaikan sesuatu jika terfokus dengan kesibukan yang lain. Dengan kata lain, mereka tak bisa mengerjakan sesuatu secara berbarengan.

Mereka dari luar terlihat cemerlang, riang, bersemangat dan antusias. Namun sebenarnya hal itu semua sama sekali berbeda dengan yang ada dalam diri mereka. Mereka bisa dikatakan sebagai orang yang tak ingin bergaul dengan banyak orang.

Golongan darah O
Siswa yang bergolongan darah O biasanya berperan dalam menciptakan gairah untuk suatu grup selain menciptakan keharmonisan di antara para anggota grup tersebut. Figur mereka terlihat sebagai orang yang menerima dan melaksanakan sesuatu dengan tenang.

Mereka pandai menutupi sesuatu sehingga kelihatan selalu riang, damai dan tak punya masalah sama sekali. Tapi kalau tak tahan, mereka pasti akan mencari tempat atau orang untuk curhat (tempat mengadu).

Mereka biasanya pemurah (baik hati), senang berbuat kebajikan dan tak segan-segan mengeluarkan uang untuk orang lain. Mereka sebenarnya keras kepala juga, dan secara rahasia punya pendapatnya sendiri tentang berbagai hal. Di lain pihak, mereka sangat fleksibel dan mudah menerima hal-hal baru.
Mereka cenderung mudah dipengaruhi oleh orang lain, begitu juga yang mereka lihat dari TV. Terlihat berkepala dingin dan terpercaya tapi sering tergelincir dan membuat kesalahan besar karena kurang hati-hati. Tapi hal itu yang menyebabkan orang yang bergolongan darah O ini dicintai.

Golongan darah AB
Siswa bergolongan darah AB ini punya perasaan sensitif dan lembut. Mereka penuh perhatian dengan perasaan orang lain dan selalu menghadapi orang lain dengan kepedulian serta hati-hati.

Di samping itu mereka keras dengan diri sendiri, pun dengan orang-orang yang dekat dengannya. Mereka jadi cenderung kelihatan mempunyai dua kepribadian, sering menjadi orang yang sentimen dan memikirkan sesuatu terlalu dalam.
Mereka punya banyak teman, tapi mereka butuh waktu untuk menyendiri untuk memikirkan persoalan-persoalan mereka.

Presiden: UN Jalan Terus dan Harus Semakin Efektif

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan untuk tetap melaksanakan ujian nasional pada tahun 2010. Namun, Presiden minta agar penyelenggaraan UN diperbaiki dan disempurnakan serta ditingkatkan kualitasnya.

Sosialisasi yang efektif juga diharapkan Presiden Yudhoyono benar-benar dilakukan. Tujuannya agar semua guru, siswa, dan penyelenggara pendidikan mengetahui dan memiliki pemahaman yang sama mengenai UN. Semua pihak harus tahu standar kelulusan, sistem penilaian, dan pelaksanaan UN.

Keinginan Presiden Yudhoyono itu disampaikan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh dalam keterangan pers seusai rapat terbatas yang dipimpin Presiden Yudhoyono di Kantor Presiden, Kompleks Istana, Jakarta, Kamis (7/1/2010). Rapat terbatas dihadiri Wakil Presiden Boediono, Menko Kesra Agung Laksono, dan sejumlah menteri terkait.

Saat memberikan pengantar di awal rapat, Presiden Yudhoyono mengatakan bahwa UN bukan satu-satunya alat ukur yang bisa ditentukan atau dipilih untuk menentukan kelulusan, melainkan bisa dengan cara memadukan aspek-aspek lainnya.

Oleh karena itu, Presiden Yudhoyono mempertimbangkan dua opsi sebelum memutuskan menetapkan UN kembali, yaitu melaksanakan UN dengan memberlakukan ujian ulangan sebagai opsi pertama dan, opsi kedua, kembali ke model lama, yaitu evaluasi belajar tahap akhir nasional (ebtanas) yang diperbarui.

”Dari berbagai pandangan, pertimbangan, yang perlu kami sampaikan bahwa UN itu adalah bagian dari sistem evaluasi. Sistem evaluasi itu adalah bagian dari proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, kalau diistilahkan UN itu sebagai ’pohon’-nya, maka sistem proses belajar-mengajar itu sebagai ’hutan’-nya. Jangan sampai gara-gara kita memperdebatkan urusan pohon tadi, hutannya menjadi tidak terawat,” papar Nuh.

Nuh mengutarakan, tujuan dari ujian nasional ini adalah memadukan antara untuk menentukan kelulusan siswa dan peta atau data kualitas pendidikan. ”Jadi, selain menentukan kelulusan siswa, UN juga bisa dipakai sebagai peta sehingga kalau nanti ada sekolah-sekolah tertentu yang kondisinya tidak bagus, maka kita bisa melakukan intervensi untuk meningkatkan kualitas di sekolah itu,” ujar Nuh.

Paling tepat
Menurut Nuh, untuk saat ini, dengan berbagai pertimbangan, UN inilah yang dipilih karena metodenya dinilai paling tepat. Tentu ada plus dan minusnya. ”Akan tetapi, nilai positifnya jauh lebih banyak dibandingkan dengan negatifnya,” ujar Nuh.

Nuh mengatakan, salah satu bentuk penyempurnaan dari pelaksanaan UN tahun 2010 adalah adanya ujian utama, ada ujian susulan bagi yang tidak bisa ujian karena sakit atau berhalangan, dan adanya ujian ulang.

”Dengan adanya ketiga ujian ini, Insya Allah, pemerintah sudah mengakomodasikan apa yang menjadi perhatian masyarakat selama ini,” kata Nuh.

Menurut Nuh, pelaksanaan UN untuk SMP/SMA/SMK sederajat akan dimajukan satu bulan. UN akan dimulai pada pertengahan Maret. Tujuannya agar siswa yang tidak lulus pada mata pelajaran tertentu bisa mengikuti ujian ulang pada bulan berikutnya. Dengan demikian, siswa memiliki cukup waktu untuk ikut seleksi masuk perguruan tinggi yang diminatinya.

”Apabila masih gagal dalam UN ulang, maka siswa bisa menempuh ujian paket C untuk bisa melanjutkan ke perguruan tinggi,” ujar Nuh.

UN bukan satu-satunya
Tentang ukuran penilaian kelulusan, Nuh mengatakan, UN bukan satu-satunya penentuan kelulusan. Untuk menentukan kelulusan, ditentukan empat syarat yang harus dipenuhi secara keseluruhan. Pertama, menyelesaikan seluruh program pendidikan di sekolah. Kedua, persyaratan akhlak, budi pekerti, dan tata krama. ”Kalau ada anak nakal yang di luar batas kewajaran, meskipun UN lulus, akan tetapi berperilaku seperti itu, maka ia tetap tidak lulus,” tuturnya.

Yang ketiga, lulus mata pelajaran yang diujikan sekolah. ”Keempat, lulus UN. Meskipun, UN-nya dapat nilai 10, tetapi akhlaknya tidak benar, ya, tidak lulus. Kalaupun UN-nya lulus, tetapi ujian sekolahnya tidak lulus, ya, tidak lulus. Jadi, keempat-empatnya harus dipenuhi,” ungkap Nuh.

Kebut persiapan
Sejumlah kepala sekolah yang dihubungi pada Kamis mengatakan, UN yang secara mendadak dipercepat waktunya memaksa guru dan siswa bekerja keras menyelesaikan materi pelajaran semester genap ini. Pihak sekolah pun menyusun ulang program pembelajaran untuk siswa serta memberikan pelajaran tambahan.

”Langkah ini kami lakukan demi kebaikan siswa,” kata Cucu Saputra, Kepala SMAN 4 Bandung. Maman Suherman, Kepala SMAN 66 Jakarta, mengatakan, materi pelajaran siswa kelas XII terpaksa harus selesai akhir Februari karena UN dipercepat. ”Kami terpaksa memberikan pelajaran tambahan,” ujar Maman. Elin Driana, Koordinator Education Forum, mengatakan, UN semestinya untuk pemetaan kualitas pendidikan. Sekolah yang mutunya rendah harus segera dibantu oleh pemerintah. (Sumber: Kompas.com/HAR/ELN/HEN)

Selasa, 05 Januari 2010

Oleh-Oleh dari Philipina (10): Rumah Kardus

Saya pikir hanya di Indonesia yang banyak rumah kardusnya. Di Manila juga, bertebaran rumah kardus yang hanya sakadar berdiri dan ditempel-tempel kardus untuk tidur. Rumah kardus ada di pinggir rel, bawah kabel tegangan tinggi, bawah jembatan, dan pinggir kota. Bahkan, ada yang hidup di becak dengan berpindah-pindah.

Oleh-Oleh dari Philipina (9): Setir Kiri

Saya berkali-kali salah ketika menaiki bus rombongan. Tiba-tiba saya lewat sebelah kiri untuk menaiki bus seperti di Indonesia. Ternyata, di kiri tidak ada pintu. Pintu bus berada di kanan dan hanya satu pintu. Saya pernah kaget juga ketika melihat sopir tidak ada. Ternyata, sopir dan setir ada di kiri.

Karena setir kiri, jalan bus juga ada di sebelah kiri. Jadi, berkali-kali saya was-was karena seolah-olah bus akan bertabrakan. Indonesia setir kanan dan pintu bus ada di kiri. Itulah bedanya.

Oleh-Oleh dari Philipina (8): Jefney dan Becak

Becak berpenumpang samping bermotor dan tanpa motor berseliweran di pinggir jalan raya menunggu penumpang dan berseliweran mengangkut penumpang. Becak itu lebih rendah dari becak di Surabaya. Penumpang seperti saya harus menunduk ketika menaikinya. Kemudian, becak tanpa motor malah dari sepeda mini yang juga pendek antara atap dan tempat duduk. Sesekali, ada pengayuh becak tanpa motor yang juga berpayung karena sedikit panas.

Mikrolet Manila dan sekitarnya bukan seperti di Indonesia tetapi seperti bus kecil yang berpenumpang 20 orang memanjang. Penumpang naik dari belakang dengan merunduk sampai pada jok yang diduduki. Jefney itu tampak kreasi sendiri dengan sistem las dengan moncong panjang.

Oleh-Oleh dari Philipina (7): Pramuka Berjaya

Di Philipina, pramuka berjaya karena sangat diperhatikan dari berbagai pihak. bahkan, ada seorang walikota yang menjabat sebagai presiden APR (Asia Pacific Region). Ada bumi perkemahan yang layak digunakan untuk berkemah dan berkelas dunia. Monumen pramuka, buku-buku, variasi simbol, dan keterlibatan orang dewasa teramat banyak. Mereka rata-rata sejak kecil terdidik pramuka.

Oleh-Oleh dari Philipina (6): Rokok Indonesia

Saya iseng menyodori rokok kepada lelaki tengah baya Pinoy. Dia langsung dengan gerak cepat menyahut sambil berkata, "Pasti Rokok Indonesia". "Pasti", jawab saya. Dia mengatakan bahwa di Manila rasa rokok hambar dan biasa. Kalau rokok Indonesia mempunyai aroma dan rasa yang tajam sehingga menyegarkan. Memang, di Manila, setelah saya amati, jarang rokok Indonesia. Kalaupun ada, harga rokok itu mahal. Rokok itu bermerek Gudang Garam.

Oleh-Oleh dari Philipina (5): Surabaya Kurang Dikenal

Suatu saat orang Philipina bertanya tentang asal saya. Saya jawab dari Indonesia di Kota Surabaya. Mereka mengulangi dengan bertanya tentang Surabaya itu mana. Saya katakan bahwa Surabaya di Pulau Jawa bagian timur. Mereka menggeleng-geleng pertanda tidak tahu Surabaya. Kalau Jakarta, mereka tahu.

Oleh-Oleh dari Philipina (4): Toko Buku National

Jika di Indonesia bertebaran toko buku Gramedia, di Philipina banyak tersebar toko buku National baik di jalan besar maupun di mal. Pengunjungnya juga banyak. Saya menuju toko buku itu dan mendapatkan satu buku tentang sastra. Asyik juga.

Oleh-Oleh dari Philipina (3): Ramah dan Cepat Akrab

Senyum dan menyapa menjadi bagian manusia Philipina ketika dijumpai di manapun. Bahkan, mereka sering menyapa lebih dahulu. Saya sering ditanya, "apakah Anda Philipino?" Saya jawab, "Bukan, Saya dari Indonesia" sambil berjabat tangan. "Mengapa Saya dikira Philipino?" tanya saya. Jawabnya, "face Anda persis dengan Philipino".

Mereka tidak sadar bahwa saya dan mereka berada di Asia Tenggara yang tentu mempunyai banyak kesamaan. Saya seorang Pinoy.

Oleh-Oleh dari Philipina (2): Jalan Cepat Celana Pendek

Saya masih kalah berjalan cepat menyusuri teras mal dengan para pinoy (sebutan untuk orang Philipina)ketika di Mall of Asia. Postur tubuh pinoy lebih pendek-pendek dibandingkan dengan orang Indonesia tetapi jalan kaki mereka lebih cepat seakan ingin cepat sampai. Apakah jalan cepat itu seirama dengan jalan pikirannya?

Lalu, celana pendek kira-kira 5 cm dari pangkal paha berseliweran di depan mata yang dikenakan para perempuan di Manila. Putih mulus tampak bergerak-gerak. Celana pendek itu dipadu dengan kaos ketat dengan sedikit menampakkan lekuk buah dada. Ihh...

Oleh-Oleh dari Philipina (1): Kabel Ruwet

Kabel listrik berseliweran di terminal tiang menjuntai ke rumah-rumah. Saya sangat susah merunut kabel itu. Ruwet dan tidak beraturan. Jika Indonesia, ruwet kabel sudah menjadi masa lalu. Hanya saja, listrik Indonesia masih byar-pet sedangkan di Philipina menyala terus.

Tahun Baru bagi Guru Bermutu

Tahun 2010 tentu tidak akan indah jika tidak diisi dengan hidup yang indah. Semua guru, pasti akan senang jika semakin bermutu. Guru perlu melakukan resolusi atau penataan kembali terhadap kehidupan secara menyeluruh. Guru bermutu selalu ingin meninggalkan hal-hal buruk, membuang sifat-sifat negatif yang terbukti menghambat kehidupan selama ini. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mensyukuri apa pun yang telah dialami selama satu tahun yang lewat.

Hambatan meraih sukses
Banyak hambatan dalam meraih sukses bagi seorang guru. hambatan itu sebagai berikut.

1. Tidak fokus
Bila belum tahu mau melakukan apa dan ke mana tujuan hidup, guru akan mudah bimbang. Jika guru tidak konsisten menjalankan sesuatu, kurang fokus pada apa yang dituju, guru akan mudah kehilangan arah. Guru juga sering terbiasa mengurusi hal-hal kecil sehingga mengurangi perhatian pada hal yang betul-betul penting. Jika tidak punya prioritas dalam melakukan sesuatu, guru akan menjadi bingung.

2. Kekurangan harga diri
Hal ini berhubungan dengan citra diri yang kurang baik, merasa diri kurang berharga untuk meraih sukses, merasa diri kurang punya bakat, kurang mampu mengajar, dan tidak layak mendapatkan sesuatu yang lebih baik.

3. Kurang keyakinan
Akan sangat menghambat kinerja bila guru kurang yakin pada kemampuan dan kekuatan diri untuk meraih sukses. Juga bila kurang yakin pada hal-hal yang tersedia di lingkungan, apakah pada sistem dan aturan yang ada, ataupun tidak percaya pada orang-orang yang berada di sekitar. Guru cenderung berpikiran yang negatif saja tentang berbagai hal.

4. Kurang pengetahuan dan keterampilan
Acap kali guru merasa sudah paham dan tidak perlu belajar lagi dalam menghadapi kegagalan. Padahal sikap kurang terbuka pada hal baru dan sikap mudah puas dengan apa yang telah dimiliki bukanlah hal yang mendukung perbaikan dan pemberdayaan diri. Khususnya keterampilan komunikasi interpersonal sering kurang menjadi perhatian untuk dilatihkan.

5. Energi yang rendah
Energi yang rendah berhubungan dengan kurangnya semangat atau rasa cepat lelah dalam menghadapi sesuatu. Bisa karena secara fisik kurang sehat, bisa pula karena memang tak ada cukup semangat dan sikap cepat menyerah dalam mengatasi kesulitan.

6. Kekurangan dukungan
Banyak guru tidak bisa selalu menangani berbagai hal sendirian. Tidak salah bila suatu waktu meminta bantuan dan dukungan pada orang yang dianggap bisa menolong menghadapi masa-masa sulit. Banyak contoh mereka yang dalam kesusahan dan ketidakberdayaan, tidak memperoleh dukungan dari lingkungan terdekat, malah melakukan tindakan yang lebih negatif.

Langkah-langkah
Jika dicoba meramu bersama agar guru dapat menjadi pribadi atau kelompok yang lebih baik, produktif, dan sukses, setujukah Anda dengan langkah berikut ini?

1. Memiliki cita-cita atau mimpi serta tujuan hidup
Cita-cita bisa setinggi langit, tetapi tujuan hidup perlu lebih realistis. Tujuan hidup tidak langsung bisa ditemukan begitu saja. Diperlukan perenungan diri dalam waktu yang tidak singkat. Tapi tujuan hidup ini penting sebagai panduan yang mengarahkan langkah kita selanjutnya.

2. Bekerja keras
Cita-cita maupun tujuan hidup harus ditindaklanjuti dengan kerja nyata, kalau tidak mimpi tersebut akan pudar dan menghilang.

3. Menghadapi berbagai tantangan
Memperlakukan berbagai kesulitan sebagai sesuatu yang menantang, bukan mengancam. Ini semua berkaitan dengan persepsi. Guru perlu mengubah pandangan menjadi lebih optimistis. Kita harus mempunyai kebanggaan dan kebermaknaan terhadap hal-hal yang kita miliki dan akan kita capai.

4. Bertahan
Guru harus tidak cepat menyerah atau berhenti mencoba. Kita berupaya meyakini bahwa semua kesulitan, seberapa pahit dan sulitnya, pasti ada penyelesaiannya.

5. Meningkatkan energi
Untuk mencapai stamina dan energi maksimal, guru perlu merawat diri agar sehat secara fisik dan mental. Ini dapat dilakukan dengan makan cukup dan benar serta berolahraga secara rutin.

6. Mengembangkan prinsip hidup yang bermoral dan etis
Termasuk di sini prinsip menghargai dan toleran pada guru lain yang berbeda dengan diri kita, peduli pada lingkungan dan kesulitan orang lain, meyakini hukum ”makin banyak memberi kita akan makin banyak menerima”, serta tidak berpamrih dalam hubungan dengan siapa pun.

7. Menikmati dan menyeimbangkan berbagai aspek kehidupan
Guru perlu terus latihan memanfaatkan waktu yang terbatas ini sebaik-baiknya. Sukses hidup berarti seimbang dalam menjalani berbagai aspek kehidupan, bisa memadukan aktivitas pribadi, pekerjaan, kesehatan, keluarga, sosial, dan spiritual.

Cara Memukul Siswa agar Siswa Malah Pandai

Oleh Suyatno

Saat ini, banyak guru mengeluh bahkan organisasi kependidikan juga mengeluh akibat diberlakukan Undang-Undang Perlindungan Anak. Porsi guru untuk memukul siswa seakan ditiadakan. Guru takut terkena hukuman. Padahal, dari sisi apapun, memukul siswa itu sungguh menyakitkan. Cara mendidik dengan melukai siswa sebenarnya juga cara penjajah saat memperlunak pribumi. Namun, masih ada cara memukul siswa yang justru memandaikan siswa itu.

Guru disarankan tidak mendidik siswa dengan cara kekerasan fisik karena mental dan fisiknya masih lemah yang bisa berakibat buruk. Siswa harus dilindungi bagaimana pun susahnya dia didik. Jika diberi tahu lewat kata-kata saja tidak cukup, ada cara yang dibolehkan untuk memukulnya tapi bukan sembarang memukul.

Dalam Children's Act 2004 ada batasan-batasan yang diperjelas bagi guru jika ingin memukul siswanya, yaitu tidak boleh menimbulkan bekas atau luka, tidak memukul dengan keras, dan tidak boleh menyebabkan masalah kesehatan mental dalam jangka waktu panjang.

"Guru tidak boleh memukul siswanya dengan sembarangan apalagi jika menggunakan alat," ujar Marjorie Gunnoe, seorang profesor psikologi di Calvin College, Grand Rapids, Michigan, seperti dikutip dari Telegraph, Senin (4/1/2010).

Bagaimana memukul yang diperbolehkan? Gunnoe menjelaskan sebuah tepukan ringan seringkali menjadi cara paling efektif untuk mengajarkannya agar tidak melakukan sesuatu yang berbahaya atau merugikan orang lain. Pukulan ringan itu pun hanya berlaku sampai siswa usianya 6 tahun.

Berdasarkan hasil penelitiannya, anak yang dipukul ringan hingga usia 6 tahun memiliki sifat positif yang lebih baik di antaranya dalam hal akademis dan optimisme, dan tidak memiliki sifat negatif yang buruk. Tapi siswa yang masih sering dipukul hingga usia 11 tahun memiliki sifat negatif seperti terlibat dalam perkelahian.

Penelitian itu juga menunjukkan siswa yang dipukul ringan oleh gurunya hingga usia 6 tahun akan memiliki prestasi sekolah yang lebih baik dan lebih optimis. Siswa itu ini nantinya akan lebih bersemangat dalam hal belajar, mengejar cita-citanya untuk masuk universitas terkemuka serta membantunya lebih optimis dalam hal meraih mimpinya dibandingkan dengan siswa yang tidak pernah dipukul sama sekali oleh gurunya.

Penelitian ini melibatkan 179 remaja yang ditanya mengenai seberapa sering mereka dipukul saat masih anak-anak dan pada usia berapa terakhir kali orangtua memukulnya. Jawaban yang didapat dibandingkan dengan perilakunya termasuk kelakuan negatif seperti anti sosial, aktivitas seksual yang lebih dini, kekerasan, depresi serta kelakuan positif lainnya.

Hal yang boleh dilakukan oleh guru adalah hanya melakukan tepukan ringan, sementara jika lebih dari itu sudah termasuk dalam kekerasan dan merupakan cara mendidik siswa yang salah. Cara mendidik dengan memberikan tepukan ringan jika siswa melakukan kesalahan sebaiknya juga diiringi dengan kata-kata positif agar siswa tahu apa kesalahannya. Jika tepukan ringan tersebut dilakukan dengan bijaksana dan penuh kasih sayang, siswa akan lebih mengerti dan juga membantunya untuk berprestasi di sekolah serta lebih optimis. Tapi guru tidak boleh memukul siswa di daerah wajah atau dengan menggunakan alat, karena bisa mengembangkan masalah-masalah perilaku atau mental seperti menjadi agresif.(sumber: Detikhealth)

Resensi Buku Menjelajah Pembelajaran Inovatif Karya Suyatno

Menjawab Tantangan Guru
Minggu, 27 Desember 2009

Judul buku : Menjelajah Pembelajaran Inovatif
Penulis : Dr. Suyatno, M.Pd.
Penerbit : Masmedia Buana Pustaka
Cetakan : Oktober 2009
Tebal : viii +176 halaman
Peresensi : Salamet Wahedi


Memperbincangkan pendidikan dewasa ini, seperti menelisik setiap sendi kehidupan manusia. Peranan dunia pendidikan tidak hanya sekadar mengemban amanat mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih dari itu, dunia pendidikan memiliki tanggung jawab moral membentuk manusia seutuhnya. Yaitu manusia yang mampu memahami dirinya sendiri.

Terlepas dari peran-fungsinya bagi setiap manusia, dunia pendidikan juga menjadi cerminan bagi survivenya suatu Negara-bangsa di tengah kancah pertarungan globalisasi. Maupun sebaliknya, kemajuan suatu Negara-bangsa juga dapat diukur sejauh mana dunia pendidikan yang dibangun di dalamnya. Dengan kata lain, dunia pendidikan menjadi barometer suatu Negara-bangsa dalam membaca dan melihat posisinya.

Maka tidak heranlah, sepanjang sejarah Negara-bangsa Indonesia, persoalan menemukan konsep dunia pendidikan yang ideal tak pernah usai. Hal ini berbanding lurus dengan gerak laju zaman yang selalu ditentukan dari riuh redam ruang kelas ataupun ruang kuliah para cendekia.

Lebih jauh, mencuat gonjang-ganjing Ujian Nasional (Unas) yang meresahkan berbagai elemen peserta didik, merupakan bukti paling mutakhir, bahwa dunia pendidikan selalu menuntut pada setiap peserta didik untuk selalu memikirkan, merumuskan dan menemukan konsep pendidikan yang ideal.

Selain persoalan konsep yang ideal dalam membentuk manusia yang seutuhnya, yang perlu diperhatikan adalah substansi dan esensi pendidikan itu sendiri. Seperti disinyalir dalam beberapa dekade terakhir ini, bahwa dunia pendidikan telah banyak mengalami berbagai kegagalan dalam membentuk karakter manusia seutuhnya. Dengan kata lain, tugas pendidikan banyak terabaikan. Terutama memanusiakan manusia. Artinya, dunia pendidikan selama ini tak ubahnya penjara bagi anak didik.

Di sinilah, kehadiran paradigma dunia pendidikan kritis yang diusung Paulo Freire (1986) menemukan ruang kontemplasinya. Lewat keyakinan akan pentingnya landasan pendidikan sebagai sebuah proses memanusiawikan manusia kembali, Freire coba memberikan jalan alternatif untuk memberontak pada tradisi dehumanisasi yang menyelimuti dinding ruang sekolah.

Untuk lebih memahami konsep pendidikannya, Freire menjabarkan kesadaran manusia menjadi tiga macam. Pertama, kesadaran magis, yakni kesadaran yang tidak mampu mengetahui antara faktor satu dengan faktor lainnya. Kedua, kesadaran naïf, yakni kesadaran yang melihat aspek manusia menjeadi penyebab masalah yang berkembang di masyarakat. Ketiga, kesadaran kritis, yakni kesadaran yang melihat sistem dan struktur sebagai sumber masalah.

Dengan mengacu pada kesadaran yang terakhir ini, dunia pendidikan selalu mendapatkan pertanyaan dari setiap peserta didiknya. Pertanyaan yang selalu merongrong kemandekan dan kejumudan lingkungan tumbuh kembangnya dunia pendidikan. Dengan kata lain, kesadaran kritis ini menuntut pada setiap peserta didik untuk terus menerus mempertanyakan, merombak, mencari dan merumuskan kembali setiap konsep pendidikan sesuai ruang waktu ke-disini-an dan ke-kini-an.

Di tengah tuntutan, tantangan serta berbagai persoalan kegagagalan dunia pendidikan, sosok guru merupakan pihak yang paling tertuduh. Sosok guru merupakan orang paling dimintai pertanggung jawabannya. Bahkan tidak ada alasan apa pun, yang dapat diberikan oleh seorang guru untuk membela dirinya.

Maka, ketika ujian nasional digulirkan dengan standar kelulusan yang cukup fantastis, sosok guru pulalah, yang mula-mula merasa ketar-ketir. Ia mesti bertanggung jawab atas segala apa yang akan terjadi pada peserta didik: frustasi, stress, depresi dan segala keputuasaan mental generasi bangsa ini.

Maka perbaikan dan evaluasi pada kemampuan seorang guru, seolah menjadi hal yang logis untuk dilakukan pertama kali dalam memecahkan persoalan dunai pendidikan. Maka, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” karya Dr. Suyatno, M. Pd. merupakan menu mujarab setiap guru dalam mempersiapkan dirinya sebagai peserta didik yang paling dituntut.

Dalam buku ini, sosok guru diajak untuk berkenalan dengan paradigma baru pendidikan, yang menekankan hadirnya prinsip pembelajaran yang inovetif dan keberanian seorang guru untuk melakukan inovasi. Dengan prinsip pembelajaran inovatif, seorang guru akan mampu memfasilitasi siswanya untuk mengembangkan diri dan terjun di tengah masyarakatnya.

Hal ini dapat dipahami dengan memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran inovatif, yaitu: (a) pembelajaran, bukan pengajaran; (b) guru sebagai fasilitator, bukan instruktur; (c) siswa sebagai subjek, bukan objek; (d) multimedia, bukan monomedia; (e) sentuhan manusiawi, bukan hewani; (f) pembelajaran induktif, bukan deduktif; (g) materi bermakna bagi siswa, bukan sekadar dihafal; (h) keterlibatan siswa partisipasif, bukan pasif.

Selain memberikan beberapa prinsip dasar, pembelajaran inovatif juga menekankan adanya pola dan strategi pendidikan yang utuh. Pola dan strategi pendidikan yang menitik bertakan pada tercipanya kesadaran peserta didik pada dirinya sendiri dan lingkungannya.

Selanjutnya, ketakutan dan keminderan seorang guru dalam melakukan ekpresi merupakan salah satu tumor pendidikan yang urgen untuk disembuhkan. Inilah salah satu hal yang esensial yang dibawa buku ini. Seorang guru sudah seyogyanya untuk yakin bahwa setiap guru tanpa terkecuali dapat berinovasi dalam pembelajarannya; seorang seyogyanya untuk yakin bahwa perbuatan-perbuatan kecilnya yang teliti, semisal mencatat perubahan tentang cara dan gaya mengajar setiap hari akan melahirkan hasil yang besar; serta seorang guru seyogyanya untuk terbuka menerima saran dan kritik dari guru lain, bila pola pembelajaran yang disampaikannya sama seperti yang kemarin (halaman 17)

Lebih jauh, keberanian seorang guru dalam berinovasi, serta merta akan membentuk karakternya menjadi kreatif. Kemampuan dan kapasitasnya, baik hard skill maupun soft skill, akan terasah dengan sendirinya. Kekreatifan seorang guru, akan berdampak tidak hanya pada pola komunikasi pembelajaran, tetapi juga akan membentuk suasana serta atmosfir pembelajaran yang menyenangkan (enjoy learning). Pembelajaran yang mampu mentransformasikan ilmu sekaligus mampu membetuk karaketr siswa yang manusiawi.

Di bagian akhir buku, juga diuraikan beberapa metode yang dapat digunakan oleh seorang kreatif dalam membangun suasana kelas yang familiar dan manusiawi. Suasana kelas yang tak lagi hadir sebagai ruang penjara yang dijejali teori, konsep dan tugas dari guru. Tetapi raung kelas yang mampu menggali potensi siswa dan menjernihkan nalar pikir anak didik dalam memahami dan mengaplikasikan kemampuannya untuk dirinya sendiri dan lingkungannya.

Di tengah berbagai tuntutan dan gonjang-ganjing dunia pendidikan, serta terealisasinya anggaran dua puluh persen APBN untuk pendidikan, kehadiran buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif’” memiliki arti dan peranan yang cukup penting. Pertama, buku ini dapat dijadikan referensi bagi setiap peserta didik untuk melihat paradigma baru dunia pendidikan masa kini. Kedua, buku ini dapat menjadi media motivasi bagi setiap guru untuk lebih berani dalam melakukan pola dan strategi pembelajaran yang inovatif; pembelajaran yang mampu menciptakan ruang dan suasana kelas yang familiar dan harmonis, serta dinamis bagi anak didik. Ketiga, buku ini dapat mendorong guru untuk lebih kreatif dalam melakukan transformasi keilmuan. Kreatifitas guru tentunya terletak pada kekayaannya memiliki metode dan aneka model pembelajaran, serta kecermatannya untuk memilih dan memilah metode dan aneka pembelajaran yang akan digunakan di setiap waktu yang berbeda.

Terlepas dari arti dan peran-fungsinya bagi peserat didik, terutama guru, buku “Menjelajah Pembelajaran Inovatif” memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi dunia pendidikan. ***