Jumat, 28 Agustus 2009

Bolehkah Guru Berbohong?

Guru, disadari atau tidak, pasti pernah berbohong kepada diri sendiri, murid, atau kepala sekolahnya untuk maksud tertentu. Bolehkah guru berbohong?

Seorang psikolog asal University of Massachusetts, Robert Feldman, PhD mencoba menemukan jawabannya dan menghabiskan waktu 25 tahun untuk membuktikan seberapa sering manusia berbohong dan untuk apa mereka berbohong. Dalam bukunya yang berjudul The Liar in Your Life: The Way to Truthful Relationships, Feldman mengatakan, rata-rata orang mengatakan 3 kebohongan setiap 10 menitnya. Mungkin terdengar berlebihan, tapi itulah fakta yang ia dapatkan. Tentu, guru juga melakukan hal demikian bukan?

Bahkan berdasarkan studi yang dilakukan Feldman, diketahui bahwa tingkat kebohongan para responden sangat tinggi, berbohong bagi mereka sudah menjadi sangat umum dan hal biasa sampai-sampai seseorang tidak menyadari bahwa ia melakukannya. Menurut Feldman, berbohong sudah dilakukan sedari kecil, sekitar umur 2 atau 3 tahun. Semakin besar seseorang, keahlian berbohongnya pun semakin mantap. Sampai-sampai jika dilakukan tes dengan alat pendeteksi kebohongan mungkin bisa tidak terdeteksi.

Dari studi tersebut banyak orang mengatakan bahwa mereka berbohong untuk bertahan hidup, bahkan banyak diantara mereka yang merupakan orang-orang sukses dan memiliki jabatan tinggi yang sebetulnya adalah pembohong ulung.

Apa yang membuat guru berbohong? Jawabannya adalah 'kita berbohong karena itu berhasil'. Guru berbohong untuk mendapatkan apa yang ia mau. Contohnya, memuji kepala sekolah untuk mendapat pujian balik atau keuntungan tertentu, meyakinkan guru lain untuk meyakini apa yang dia mau dan sebagainya.

Teknik berbohong sebenarnya tidak dilakukan oleh manusia saja, hampir seluruh makhluk hidup melakukannya, dan satu alasan yang sama untuk berbohong adalah untuk mempertahankan hidup. Jika diperhatikan, hewan melakukan teknik kamuflase yang merupakan teknik berbohong sederhana. Kebanyakan hewan melakukan kamuflase untuk menarik lawan jenisnya atau mencari mangsa yang ujung-ujungnya bertujuan untuk mempertahankan hidup.

Lalu, bagaimana dengan manusia? Perlukah seseorang berbohong untuk mempertahankan hidupnya? Istilah white lie atau berbohong demi kebaikan pun kerap dijadikan alasan seseorang untuk melakukan pembelaan diri. Kebanyakan orang berbohong untuk membuat orang lain senang dengan apa yang mereka katakan, seperti 'saya setuju dengan Anda' atau 'baju itu cocok untukmu'. Berbohong juga dilakukan ketika seseorang ingin melakukan percakapan lebih lancar.

Orang yang berbohong juga cenderung menyombongkan diri, seolah ingin menunjukkan bahwa kita lebih pintar atau lebih mampu ketimbang orang lain. "Itu adalah mekanisme mempertahankan diri dan meningkatkan image seseorang," ujar Feldman seperti dikutip dari AOLhealth, Rabu (26/8/2009).

Apapun alasannya, semua orang pasti pernah berbohong, tidak perlu menyanggah. Tapi, bagi guru, kalau dapat, kebohongan yang dilakukan demi menguatkan prestasi muridnya. Misalnya, berbohong tentang orang akan masuk surga jika pandai. Padahal, orang bodoh pun akan masuk surga jika memang layak di surga. Berbohong, kalau ada murid di tahun lalu yang bangkit semangatnya gara-gara mengerjakan PR. Padahal, tidak ada murid yang seperti itu.

Dokter dan Guru, Pekerja yang Mudah Stres

Menurut Anda, pekerjaan jenis apa yang paling bikin stres? Polisi, guru, dokter atau apa? Sebuah survei pun dilakukan untuk mengetahui pekerjaan seperti apa yang membuat seseorang kelelahan.

Tidak ada pekerjaan yang tidak melelahkan, tapi seberapa besar tingkat kelelahannya itulah yang menentukan seberapa besar seseorang berisiko terkena stres.

Sebuah survei yang dilakukan oleh para psikolog bisnis pun menyebutkan bahwa pekerjaan yang paling membuat stres adalah pekerjaan yang berhubungan langsung dengan publik.

Dilansir dari Health24, Jumat (28/8/2009), sebanyak 25.000 pekerja Inggris dengan 26 jenis pekerjaan yang berbeda melakukan poling mengenai seberapa tinggi tingkat stres mereka dalam menghadapi pekerjaannya masing-masing.

Dari survei tersebut diketahui pula bahwa para karyawan yang melakukan kontak langsung dengan masyarakat atau publik memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding para atasan atau bosnya.

Adapun jenis pekerjaan yang paling berat, melelahkan dan memicu stres versi poling tersebut adalah para tenaga medis (dokter, suster, bidan, dsb), diikuti dengan guru dan pekerja sosial.

Berbeda dengan para bawahan dan karyawannya, para bos dan atasan justru cenderung menikmati pekerjaannya, memiliki tingkat kesehatan yang baik, kepuasan kerja, dan memiliki level stres yang lebih rendah.

Namun apapun jenis pekerjaan Anda, asalkan dikerjakan dengan ikhlas dan sabar, pasti tidak akan terasa berat. Anggaplah bekerja sebagai ladang amal dan beribadah, maka Anda pun akan merasa lebih senang tanpa merasa terbebani atau stres. (sumber: Detik.com).

Revolusi Pendidikan Kunci Mengembangkan Indonesia

JAKARTA, KOMPAS.com - Tanpa revolusi dunia pendidikan, pembangunan manusia Indonesia yang adil dan beradab menuju kehancuran. Demikian hal itu terungkap dalam Diskusi Meja Bundar bertopik ”Pangan, Pendidikan, dan Penegakan Hukum” yang diselenggarakan Asosiasi Profesor Indonesia, kemarin (27/8).

Guru besar Universitas Pendidikan Indonesia, Prof Mohammad Surya, selaku pembicara, mengatakan bahwa perlu perubahan cara pandang terhadap pendidikan.

”Pendidikan yang cenderung intelektual-elitis perlu bergeser menjadi populis-egalitarian. Pendidikan yang dipandang komoditas harus berubah menjadi pelayanan publik. Model birokratisasi pendidikan perlu berubah menjadi pemberdayaan,” ujarnya.

Konsekuensinya adalah pemerintah dituntut mempunyai komitmen kuat yang dibuktikan antara lain melalui anggaran.

Sementara itu, pengamat pendidikan Darmaningtyas mengatakan, perlu revolusi cara berpikir tentang pendidikan. ”Pendidikan kelautan, pertanian, kehutanan, dan perkebunan seharusnya mendapat perhatian serius. Ironis kalau Indonesia harus mengimpor beras,” ujarnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Fasli Jalal mengatakan, dalam kebijakan pendidikan, pemerintah berpegang pada Undang-Undang Dasar 1945. Sejauh ini akses terhadap pendidikan dasar dinilai sudah memadai.

”Permasalahan masih terjadi pada kelompok khusus, seperti anak jalanan, daerah terpencil, dan anak dengan masalah sosial yang persentasenya sekitar 4 persen,” ujarnya. Tantangan terbesar ialah peningkatan mutu pendidikan. Hal itu terutama penyediaan tenaga guru berkualitas dan profesional. Persoalan lain adalah angka partisipasi di sekolah menengah dan pendidikan tinggi yang masih rendah.

Siswa Kurus Bisa Jadi Dia Cerdas

Anda memiliki anak yang kurus? Jangan khawatir, mungkin bentuk tubuh anak itu akibat otaknya yang cerdas. Sebuah penelitian mengungkapkannya.

Sebuah penelitian di Spanyol menyebutkan bahwa salah satu penyebab anak kurang pintar adalah karena kegemukan, seperti yang detikhot kutip dari health24, Jumat (14/8/2009).

Penelitian yang melibatkan sekitar 400 anak laki-laki dan perempuan berumur empat tahun ini dilakukan di Pusat Penelitian Epidemi Lingkungan di Barcelona, Spanyol.

Penelitian ini dilakukan menggunakan tes standar fungsi kognitif untuk menentukan kemampuan berhitung, mengingat serta sensor motorik dan sensorik anak. Sedangkan gemuk atau kurusnya seorang anak, ditentukan dari indeks massa tubuh dari masing-masing anak.

Pada saat anak-anak tersebut memasuki umur enam tahun, Peneliti menemukan bahwa 17 persen anak beresiko menjadi kegemukan dan 12 persen lainnya mengalami kegemukan. Namun, anak yang memiliki daya fikir dan keterampilan tinggi pada usia empat tahun sulit untuk mempertahankan berat yang kurang sehat pada masa dua tahun ke depan

Ketika anak menjadi gemuk pada usia enam tahun, secara general daya fikir dan keterampilannya menurun dibandingkan saat usianya empat tahun. Ada banyak penyebab anak menjadi kegemukan, yakni jenis kelamin, berat saat lahir, karakteristik dari ibunya, jumlah saudara kandung dan diet. (Sumber: Detik.com)

Senin, 24 Agustus 2009

Guru di Mata Mbok Siti 58

Seperti biasa,aku mesti ketuk pintu sebelum masuk ke rumah Mbok Siti sebagai kebiasaanku sebelum bertamu ke siapa pun. Namun, sebelumaku ketuk pintu jati itu, tiba-tiba Mbok Siti membuka pintu dan langsung menyapaku. "Wah, anakku ya rupanya. Kok tumben ke sini?", tanyanya dengan pelan. Aku tersipu. "Iya,Mbok... Banyak pekerjaan jadi tidak sempat," jawabku beralasan. "Tidak apa-apa, anakku", jawab Mbok Siti. Biasalah, kalau sering bertemu lalu tiba-tiba tidak bertemu, yang muncul adalah rasa rindu.

Tentunya, guru juga begitu. Dia pasti senantiasa merindukan murid-muridnya meskipun sebelumnya sedikittidakrindu kepada muridnya. "Guru yang baik harus senantiasa membuka pintu rindu kepada muridnya", kata Mbok Siti dengan mantap.

Teks Renungan Ulang Janji

Teks Renungan Ulang Janji Gerakan Pramuka

Oleh Suyatno

Ya... Allah
Pelindung kami
Kami rasakan dengan pelan dan lembut
denyut nadi sendiri
Ternyata masih berdetak sempurna sebagai tanda
Engkau masih memberikan berkah hidup pada kami

Malam ini
Kami datang di lapangan tugu penanda lautan darah dari mereka yang tidak pernah menyerah demi bangsa
Kami menapaki segala penjuru pengabdian
Menyentuh tanah keabadian-Mu Ya Allah

Bukan untuk apa-apa kami berdiri di sini
Jika tanpa tekad kuat kami
Bukan untuk gengsi kami di sini
Jika tanpa setangan leher merah putih
Hanya segenap detak jantung untuk pramuka mengabdi

Gerakan Pramuka ini
Telah kita miliki sebagai sebuah cerita cinta
Hingga masa depan tanpa air mata
Karena kabar telah kita beritakan dengan sempurna
Dari jejak rekam langkah yang tiada henti
untuk pramuka

Ya Tuhanku
Hanya ceriah anak negeri berkalung merah putih yang menjadi karibku
Tongkat kami ayun, tali mengikat persaudaraan
Yang meraba kenangan sepanjang waktu

Kami sadar
Banyak manusia dan mungkin termasuk kami
yang rajin membuang janji
Menghamburkan kata sendiri untuk sebuah bukti
Meski sampai kapan pun kadang tidak ditepati
Tapi kami mengulang janji suci seorang pramuka
Untuk menjabarkannya

Pramuka adalah jalan yang lempang
Hanya saja kami tidak pernah sempurna menerawang
Kadang selalu bimbang bahkan tidak tenang
Padahal, ketika di gelanggang latih
Sang pramuka menabuh genderang senang

Ya Allah...
Di sini,
Kami semua mengingatkan diri sendiri
Menyulam janji tanpa basa-basi
Meski kadang berteriak untuk menepi
Namun hati berada di ulang janji malam ini
Dengan semangat pasti
Kami mengabdi

Terima kasih
Salam Pramuka

Rabu, 19 Agustus 2009

Mencontek Virus bagi Anak

Detikhealth.com
Banyak anak yang tergiur untuk mencontek meskipun hanya sekali. Beberapa anak setelah mencontek sekali merasa bersalah dan tidak mengulanginya lagi, sementara beberapa anak yang lain bisa ketagihan dan merasa hal ini sangat berguna. Sayangnya, beberapa anak yang sudah mulai mencontek susah untuk berhenti.

Beberapa anak mencontek karena anak-anak tersebut terlalu sibuk atau malas, jadi anak-anak ingin mendapatkan nilai yang bagus tanpa menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Beberapa anak yang lain mungkin merasakan tidak bisa melewati ujian tanpa mencontek, tapi tetap saja mencontek bukanlah ide yang bagus.

Jika anak sakit atau ada keperluan dimalam sebelumnya sehingga tidak sempat belajar, maka sebaiknya dibicarakan dengan sang guru. Namun, jika anak tidak memiliki waktu yang cukup untuk belajar karena aktivitas yang banyak, sebaiknya orang tua mulai memilih mana aktivitas yang penting dan mana yang bisa ditinggalkan terlebih dahulu.

Anak-anak yang mencontek akan takut jika tertangkap oleh gurunya. Meskipun tertangkap atau tidak, anak-anak ini mungkin akan merasa bersalah, malu atau serba salah. Walaupun merasa baik-baik saja atau tidak tertangkap basah, tapi bukan berarti semuanya baik-baik saja.

Anak yang ketahuan mencontek, akan membuat kecewa orang-orang disekitarnya seperti orang tua dan gurunya. Orang tua biasanya akan khawatir bahwa sang anak nantinya tidak akan bisa menjadi orang yang jujur.

"Selalu mengecewakan ketika mengetahui ada anak yang mencontek karena itu berarti sang anak tidak percaya dengan dirinya sendiri dan lebih memilih mempercayai orang lain," ujar Karen McCalley, seorang guru bahasa inggris di New Jersey, seperti dikutip oleh Kidshealth, Selasa (18/8/2009).

Anak yang terbiasa mencontek merupakan salah satu jalan untuk mengajarkannya menjadi orang yang tidak jujur. Terdapat banyak alasan mengapa anak ada yang tidak mencontek, tapi hampir kebanyakan anak pernah mencontek.

Mencontek bisa menjadi suatu kebiasaan yang buruk, sebaiknya bicarakan dengan anak masalah apa yang menyebabkan anak menjadi suka mencontek. Jika memang akibat terlalu banyaknya kegiatan yang diikutinya sehingga membuat dirinya tidak punya waktu untuk belajar, maka mulailah menguranginya atau bisa juga dengan memberikan les pribadi pada mata pelajaran yang memang kurang dikuasai oleh sang anak.

Pilihlah mainan yang mengutamakan keadilan dan mengharuskan pemainnya untuk jujur sehingga bisa membantu anak terbebas dari kebiasaan mencontek dan pasti akan membuatnya bangga.

Jadi, mulailah untuk mengajarkan anak Anda berlaku jujur yang bisa dimulai dengan tidak mencontek di sekolah. Karena anak akan memiliki kebanggan tersendiri dengan apa yang telah dilakukannya.

Selasa, 18 Agustus 2009

Enam Guru Terima Intel Education Award 2009

Sebanyak enam orang guru, Minggu (16/8), mendapat penghargaan Intel Education Award 2009. Penghargaan diberikan atas kerja sama Intel Indonesia dengan Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas).

Dalam jumpa persnya, Country Manager Intel Indonesia Budi Wahyu Jati mengatakan, penghargaan diberikan terhadap dua kriteria utama yang telah ditelaah, yaitu integrasi teknologi dalam proses pembelajaran.

"Dan yang kedua pembelajaran yang berpusat pada siswa, yaitu suatu metode pembelajaran yang bertujuan memicu siswa mampu mengembangkan kecakapan abad 21 yaitu literasi teknologi dan media, pemikiran kritis, pemecahan masalah kemampuan berkomunikasi efektif dan kemampuan untuk bekerja sama," ujarnya di Restauran Pulau Dua, Jakarta, Minggu (16/8).

Intel Indonesia sejak 2007 telah bekerja sama dengan Depdiknas untuk menyelenggarakan program Intel Teach, yakni sebuah program yang bertujuan meningkatkan kompetensi dan keahlian para guru Indonesia dalam menyelaraskan dan mengintegrasikan teknologi informasi ke dalam proses pengajaran.

Karenanya, sehubungan dengan program itu, mulai tahun 2009 bersamaan dengan program Depdiknas untuk guru berprestasi, Intel Indonesia memberikan Intel Education Award sebagai bagian dari program Intel Teach, yang bertujuan untuk mengapresiasi para guru khusus di bidang teknologi informatika yang diselenggarakan bersama oleh Intel dan Diknas tersebut.

Keenam orang guru peraih Intel Education Award 2009 tersebut adalah: 1. Juara I Desi Dahlan, S.Pd dari SMAN 2 Pasie Laweh, Sumatera Barat. 2. Juara II Dra Junita Karyewetti, M.Pd dari SMPN 3 Kota Singkarak, Sumatera Barat. 3. Juara III Tangsi Sasmito, M.Pd dari TK-SD Model Blotan Wedomartani, Sleman. 4. Juara Harapan I Tjitji Wartisah, S.Pd dari TK Parul Hikam II Rancaekek, Jawa Barat. 5. Juara Harapan II Drs OAN Hasanuddin, MA dari SMAN 8 Pekan Baru, Riau. 6. Juara Harapan III Siti Nur Hamidah, S.Pd dari SDN Kebon Pedes 1, Jawa Barat. (Mardanih/Kompas.com)

Indonesia Raih Tiga Medali Olimpiade Informatika

Di tengah suasana peringatan HUT Ke-64 Republik Indonesia, putra-putri Indonesia menyumbangkan tiga medali dalam Olimpiade informatika internasional. Dalam "21st International Olympic in Informatics (IOI)" yang diadakan di kota Plovdiv, Bulgaria, 8-14 Agustus 2009, itu Indonesia merebut dua perak dan satu perunggu.

Kedua medali perak diraih Angelina Venni Johanna, siswi SMAK 1 BPK Penabur, Jakarta, dan Reinardus Surya Pradhitya dari SMA Kolese Kanisius, Jakarta. Adapun medali perunggu diraih Risan, siswa SMAN 1 Tangerang.

Olimpiade informatika internasional untuk tingkat SMA itu diikuti 315 siswa dari 83 negara. Tim Indonesia didampingi Ir Suryana Setiawan, dua staf pengajar Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, dan Ir Nur Rokhman dari Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada.

Menurut Ir Nur Rokhman, perolehan medali kali ini setidaknya melebihi perkiraan sebelumnya karena diperkirakan hanya satu medali perak yang dapat diraih. Tim IOI Indonesia sebelumnya berjuang setelah melalui dua ujian pada 10 dan 12 Agustus.

Namun, tim IOI Indonesia kali ini belum berhasil meraih medali emas sebagaimana pada IOI Ke-20 di Mubarok City, dekat Kairo, Mesir, Agustus tahun lalu. Saat itu, tim IOI Indonesia memperoleh satu medali emas dan tiga perunggu.

Kemenangan tersebut disambut Dubes RI untuk Sopia, Immanuel Robert Inkiriwang, dengan menyelenggarakan jamuan makan malam dan ramah tamah bagi Tim IOI Indonesia di Wisma Duta bersama home staff KBRI. Pada kesempatan tersebut, Dubes RI menyampaikan partisipasi Tim IOI Indonesia merupakan kebanggaan bagi Indonesia karena mereka turut membantu upaya pemerintah meningkatkan citra Indonesia sebagai duta bangsa dalam kompetisi tersebut.

Menurut Dubes, medali yang diperoleh para pelajar merupakan hadiah ulang tahun bagi Indonesia menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus tahun ini. (sumber: Antara; Kompas.com)

Minggu, 09 Agustus 2009

Dari Mana Datangnya Guru Berprestasi?

Oleh Suyatno

Guru berprestasi tidaklah datang dari langit dan tiba-tiba. Guru berprestasi berasal dari penumpukan niat untuk semakin berkembang dari waktu- ke waktu. Dia selalu berpikiran bahwa hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Semua masukan dari teman-temannya selalu diperhatikan dan diambil hikmahnya untuk memperkuat niat berprestasi yang dikembangkannya.

Pendidikan di Jepang (2)

Perkembangan dalam sistem pendidikan Jepang modern, yang sebetulnya sudah dimulai semenjak akhir Perang Dunia II membawa berbagai dampak dalam kehidupan masyarakatnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan ekonomi negara ini, memungkinkan hampir seratus persen warganya bisa mengenyam pendidikan dasar dan tercatat 90 persen dari orang muda Jepang berkesempatan melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang pendidikan menengah atas.

Disinilah fenomena ujian masuk menjadi suatu mekanisme utama guna menyalurkan para siswa muda tersebut. Namun karena tidak semua siswa berhasil, baik itu berhasil menjadi siswa dari sekolah yang mereka impikan atau bahkan berhasil untuk lulus ujian masuk sekalipun, maka “Yutori Kyoiku” mulai dicetuskan terlebih guna membuat para siswa lebih rileks menjalani proses pembelajaran yang selama ini mereka alami.

Kemudian kurikulum 2002 disahkan menjadi kurikulum nasional yang telah direvisi dari kurikulum sebelumnya serta disesuaikan dengan semangat “Yutori Kyoiku”. Muatan pada kurikulum itu sendiri dikurangi hingga 30 persen. Ini berpengaruh pada jumlah jam tatap muka guru dan siswa, termasuk untuk bidang studi matematika dan IPA dari 175 jam di tahun 1977 menjadi 150 jam di tahun 1998. Kebijakan ini selanjutnya mempengaruhi juga hari efektif sekolah yang berkurang dari 6 hari menjadi 5 hari.

“Yutori Kyouiku” juga memberi kesempatan bagi siswa kelas 3 sekolah dasar sampai dengan kelas 12 sekolah lanjutan untuk mengalami proses belajar di luar kelas, melalui program yang dikenal sebagai program terpadu (sogotekina gakushu). Tujuan utama program ini memberi kesempatan para siswa untuk belajar mandiri serta berpikir kritis.

Nilai hasil belajar tinggi yang mereka peroleh di kelas akan menjadi mubazir apabila mereka tidak bisa menterjemahkannya dalam lingkungan sosial mereka sehari-hari. Oleh sebab itu, atas kerjasama dengan pemerintah, sekolah dan dengan berbagai perusahan serta lembaga setempat, anak-anak sekolah dalam waktu-waktu tertentu dilibatkan dalam proses produksi suatu usaha atau layanan jasa. Melalui keterlibatan tersebut, siswa diminta untuk melakukan observasi dan terbuka dengan berbagai pertanyaan kritis. Hasil penelitian itu selanjutnya akan mereka catat dan presentasikan sebagai kesimpulan dari proses belajar.

Poin yang ingin digarisbawahi melalui program ini, bahwa proses belajar tidak hanya terbatas dalam lingkup sekolah saja. Memang sekolah diakui sebagai tempat pertama pengembangan aspek kognitif siswa, namun lingkungan di luar sekolah pun sama pentingnya, terutama sebagai ajang pembelajaran dan pengembangan aspek psikomotorik serta afektif mereka. Kesinambungan antar semua proses belajar ini akan membawa para siswa untuk memiliki “kemampuan baru” dan hal ini oleh kementrian pendidikan dijadikan batu pijakan reformasinya menuju suatu visi pendidikan ke depan.

Prinsip ini berusaha menjawab permasalahan yang dikritik sebelumnya tentang superioritas sekolah yang terlalu besar serta kaku. Sebelumnya pendekatan tradisional sekolah inilah yang disinyalir membuat para siswa pasif dengan lebih menekankan kemampuan siswa untuk mengingat fakta daripada membimbing mereka untuk berpikir serta berkreasi.

Apakah reformasi pendidikan di negeri asal Mushashi ini bisa berlangsung dengan lancar? Seperti telah disinggung sebelumnya, bahwa berbagai perdebatan sengit muncul seiring dengan diterapkannya kebijakan baru ini. Beberapa pihak mengkritik hasil ujian Matematika dan Ilmu Alam menurun sejak dibuatnya program yang membuat siswa lebih rileks dalam menjalani proses pendidikannya dan ini dinilai sebagai suatu kemunduran. Namun MEXT sendiri menanggapi bahwa fenomena hasil itu bukanlah suatu kemunduran tapi refleksi terhadap suatu proses.
Lebih lanjut beberapa ahli yang mendukung ide pendidikan liberal, berpendapat bahwa perdebatan terhadap krisis pendidikan adalah suatu reaksi kegelisahan sementara, yang secara kebetulan disulut oleh munculnya berbagai kesulitan dan stagnasi ekonomi global saat ini. Selain itu munculnya rasa kurang percaya diri mereka pada sistem politik national dan kekawatiran terhadap moral anak muda Jepang juga menjadi tren berbagai masalah sosial belakangan ini. Oleh karena itu, sekolah sangat diharapkan mampu mengembangkan pola berpikir kritis ini, yang dalam prakteknya tidak dipisahkan dari proses belajar secara keseluruhan itu sendiri.

Para pengajar dan orang tua pun mengalami dampak langsung dari aplikasi “Yutori Kyoiku” ini. Banyak staf pengajar juga awalnya cukup kelimpungan dengan sistem baru ini. Selain karena sistem ini seakan memutarbalikkan haluan yang selama ini sudah mereka telusuri secara nyaman, tuntutan pengembangan pola berpikir kritis menjadi tugas baru yang besar, di luar tugas utama mereka untuk tetap menjadikan para siswanya mahir dalam kemampuan pendidikan dasar.

Namun sebagian besar dari para pengajar ini mensyukuri kehadiran sistem baru ini beserta metode terpadunya karena mereka melihat para murid menjadi lebih termotivasi dengan apa yang ingin mereka tekuni. Lebih lanjut, para pengajar pun punya kesempatan lebih luas untuk mendalami konsep-konsep mengajar dengan adanya pengurangan waktu tatap muka tersebut.

Lalu bagaimana dengan pandangan orang tua? Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan MEXT pada tahun 2003, diketahui bahwa hanya sebagian dari orang tua yang menyadari keberadaan sistem yang baru ini, namun kebanyakan dari mereka belum mengenal baik spesifikasi pada reformasi sistem ini. Mungkin hanya sekitar 20 persen dari mereka yang sudah mencermati dan mengerti sampai pada tujuan diterapkannya sistem ini. Akan tetapi bagi para orang tua yang memiliki tingkat mobilitas tinggi, keberadaan sistem ini akan membuat mereka lebih nyaman untuk membawa serta anak-anak ke tempat mereka bertugas, karena tuntuntan sekolah setempat tidak lagi seketat dan sekaku sebelumnya.

Akhir kata, sistem pendidikan Jepang modern yang dimulai setelah perang dunia II ini memang dirancang untuk sebuah negara dengan perkembangan modernisme yang tinggi. Selama ini sistem pendidikan di Jepang dianggap sukses dan efesien dalam mengajarkan para siswanya dan menjadikan mereka berprestasi, namun semua itu ternyata belum cukup. MEXT dan para ahli pendidikan jaman ini menegaskan apabila pendidikan hanya ditekankan guna menyiapkan siswanya untuk duduk pada ujian masuk, ditambah dengan beban sejumlah besar muatan kurikulumnya akan menumpulkan minat belajar mereka. Untuk menjawab tantangan ini, berbagai upaya guna penerapan pola berpikir kritis, aplikasi pengetahuan pada kehidupan nyata serta metode “hands-on learning” menjadi tren yang baru di negeri ini.

Di balik semua itu apa hikmah yang bisa kita ambil buat sistem pendidikan di negara kita? Memang sistem pendidikan di negara kita mungkin tidak sekaku apa yang terjadi di Jepang, tapi bagaimana dengan konsistensi, efisiensi dan efektifitas dari proses itu sendiri? Ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah bagi para penulis kebijakan, tapi juga semua aspek termasuk guru dan orang tua siswa. Walau lain lubuk memang lain belalangnya, namun semoga informasi ini bisa menggugah semua pihak yang berkecimpung atau tertarik dengan sistem pendidikan nasional Indonesia.

Christianus I Wayan Eka, MA, asisten pengajar pada Faculty of Policy Studies and Faculty of Information Sciences and Engineering, Nanzan University, Japan

Jumat, 07 Agustus 2009

Kultur Sekolah Sudah Waktunya Berubah

Oleh Suyatno

Cobalah diingat-ingat. Kultur sekolah saat ini apakah sama dengan tahun-tahun sebelumnya atau sekolah zaman dahulu? Rasanya, kultur itu sama dan tidak pernah berubah sedikit pun. Padahal, kepala sekolah silih berganti dan guru juga pergi datang karena pensiun atau mutasi.

Sekolah berkultur sehat biasanya mempunyai aura yang menyenangkan. Para siswa asyik belajar dengan motivasi tinggi. Ada gairah di tubuh siswa, guru, dan lingkungannya. Siapa saja yang datang ke sekolah selalu merasakan kegembiraan dan keasyikan. Prestasi siswa membumbung. Gaya ngajar guru mengasyikkan. Sentuhan kepala sekolah sangat humanistis.

Sebaliknya, sekolah berkultur sakit selalu ditandai oleh aura sekolah yang menakutkan. Kepala sekolah ortodok. Siswa malas belajar. Guru monoton. Ketegangan selalu muncul di setiap waktu. Prestasi sekolah tidak ada. Isinya mengeluh dan merana. Selalu menyalahkan pihak lain jika terdapat teguran.

Sudah waktunya, sekolah bergeser dan berubah dari kultur sakit ke kultur sehat. Howard Gardner menyebutkan bahwa sekolah sehat ditandai oleh kekuatan etis, keberlangsungan disiplin, kemampuan mensintesis, kebiasaan merespek, Kehadiran dinamika sekolah. Sekolah sehat berarti berkultur sehat.

Anak Manja Bukan Hambatan

"Huh, dasar anak manja! Apa-apa harus dituruti!" Sering, kan, kita mendengar kalimat seperti itu? Tetapi, benarkah anak yang dituduh manja tersebut memang benar-benar manja? Atau hanya karena orangtuanya saja yang memberi label anak manja? Yuk, kita simak mitos-mitos tentang anak manja dan penjelasan dari mitos-mitos tersebut.

Mitos 1: Anda berarti akan membuat anak jadi manja bila terlalu banyak menggendongnya. Kadang-kadang anak harus dibiarkan menangis. Jangan terlalu sering menggendong anak.
Fakta: Dengan menggendongnya, tidak berarti memanjakan anak. Bayi memerlukan sentuhan, pelukan, dan mereka juga perlu digendong. Bayi menangis karena mereka lapar, sakit, buang air kecil, atau karena ingin diperhatikan. Gendong si kecil dan lakukan sesering yang Anda bisa.

Mitos 2: Anak-anak tidak boleh tumbuh berkembang dengan perasaan bahwa mereka selalu bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan.
Fakta: Diperlukan contoh yang efektif dari orangtua dalam mengajarkan anak-anak bahwa mereka tidak selalu bisa mendapatkan segala sesuatu yang mereka inginkan. Diperlukan waktu dan kebiasaan agar hal ini bisa tercapai.

Bila Anda sedang berbelanja dan anak mengatakan, "Ma, aku boleh beli mainan ini, enggak?" berikan jawaban, "Tentu saja, tetapi bagaimana kamu akan membayarnya?" atau "Mengapa kamu menginginkan benda tersebut?" Tanyakan padanya berapa uang yang dimilikinya, atau apakah dia akan menabung agar bisa mendapatkannya.

Tugas kita sebagai orangtua adalah membantu anak belajar bahwa mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan bila mereka mau berusaha atau bekerja untuk bisa memperolehnya. Selama dalam proses ini mereka akan belajar cara mengatasi masalah, perencanaan, mengutamakan prioritas, dan pencapaian tujuan. Mereka mungkin akan belajar dan memahami, keinginan bisa terwujud jika berusaha. Hal ini disebut juga sebagai fenomena tanggung jawab terhadap diri sendiri.

Mitos 3: Memang ada anak-anak yang manja dari "sono"nya.
Fakta: Tidak ada anak yang terlahir manja. Manja merupakan kesimpulan dan penilaian yang dibuat oleh orang terhadap pengamatan suatu perilaku.

Apakah ada anak yang memang berperilaku manja? Tentu saja ada. Ada anak-anak yang merengek dan baru diam sesudah orang tuanya mengabulkan permintaannya. Ada anak-anak yang menjerit bila permintaannya tidak dikabulkan. Ada anak-anak yang tidak menghargai pemberian yang sederhana. Nah, apakah hal ini berarti mereka manja? Tidak! Yang ada adalah anak-anak yang belajar dan berusaha mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan berperilaku "mengancam" agar permintaannya dikabulkan.

Anak-anak dengan perilaku mengancam tidak termasuk kategori manja. Mereka adalah anak-anak yang memilih berperilaku kurang pantas dan oleh karena itu perilaku mereka harus diarahkan dan diubah. Anak-anak ini harus diajarkan dengan cara yang lebih efektif dalam berinteraksi, menyampaikan apa yang mereka inginkan, serta dalam mengungkapkan perasaan mereka.

Mitos 4: Bagi sebagian anak, manja merupakan gambaran yang baik.
Fakta: Manja tidak pernah merupakan gambaran yang akurat bagi anak-anak. Manja tidak menggambarkan perilaku melainkan merupakan suatu penilaian.

Jangan memberikan label manja pada anak. Bila Anda memberinya label manja, maka anak cenderung menjadi manja. Bila Anda percaya si kecil manja, maka Anda akan selalu menganggap segala sesuatu yang dilakukan si anak adalah manja. Bila melihat sesuatu yang dapat diinterpretasikan sebagai manja, maka Anda seakan membuktikan keyakinan bahwa si kecil memang manja. Keyakinan yang melekat pada diri Anda akhirnya dikomunikasikan kepada anak sehingga ia mulai melihat dirinya sebagai anak yang dimanja.

Mitos 5: Sangat penting untuk menegur anak bila mereka bersikap manja.
Fakta: Memberikan label manja pada anak atau mengatakan mereka manja, bukan merupakan sikap yang baik dari orangtua. Bila Anda menyebut si kecil manja, yang mereka dengar bukanlah manja, melainkan sebagai manja yang merusak. Apakah Anda ingin anak merasa dirinya sebagai anak yang manja?

Bila Anda menganggap anak Anda manja, tanyakan pada diri Anda, perilaku yang mana yang membuat Anda menilai anak Anda manja? Lalu komunikasikan gambaran perilaku tadi dengan setiap informasi lain yang dapat membantu Anda. Bila anak Anda merengek meminta sesuatu, ajarkan anak Anda cara meminta dengan menggunakan bahasa yang baik.

Mitos 6: Anak-anak yang memiliki mainan yang berlimpah cenderung dimanja.
Fakta: Mitos tersebut tidak benar. Memiliki mainan atau barang-barang yang berlimpah bukan merupakan indikasi dari anak yang manja. Kita harus melihat bagaimana benda tersebut diperoleh, kegunaannya, dan bagaimana sikap anak tersebut terhadap benda-benda yang dimilikinya.

Mitos 7: Anak yang manja perlu diubah.
Fakta: Tidak. Yang perlu diubah adalah orangtuanya. Orangtua perlu mengubah perilaku mereka dalam menghadapi anak yang mengancam karena keinginannya tidak dikabulkan. Orangtua perlu menyisihkan waktunya untuk mengajarkan perilaku baru pada anak-anak mereka. Menghadapi konflik yang terjadi dan menyediakan waktu untuk mencari jalan keluarnya adalah apa yang harus orangtua lakukan.

Mengajarkan Membaca dengan Bermain

Mengenalkan membaca pada anak-anak tidak selamanya dengan metode yang serius dan monoton. Tanpa disadari, dengan bermain anak-anak bisa sekaligus dikenalkan untuk membaca buku dengan santai.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Kiswanti, pendiri Taman Bacaan Masyarakat WARABAL (Warung Baca Lebak Wangi) Parung, Bogor. Berkat kegigihannya membangun taman bacaan tersebut, Kiswanti diundang hadir sebagai narasumber, seminar "Lokakarya Sehari Membangun Budaya Baca Sejak Lahir" yang berlangsung di Jakarta, Kamis (16/7).

Kiswanti mengatakan, metode terbaik memperkenalkan buku pada anak-anak agar senang membaca sebenarnya tidak perlu dengan paksaan atau terlalu sistematis. "Anak-anak akan lebih terbuka dan antusias membaca buku apabila mereka merasa senang dan tidak tertekan melakukannya," katanya.

Dia juga mengatakan, membacakan cerita dengan tidak menyelesaikannya sampai akhir dapat memancing emosional anak untuk lanjut bertanya. Hal itu sekaligus dapat mengukur tingkat antusiasme anak terhadap cerita yang dibacakan orangtuanya.

Membacakan cerita untuk anak-anak, lanjut Kiswanti, juga harus disesuaikan dengan kondisi anak agar anak juga mencermati sekaligus menikmati alur cerita. Dengan suasana membaca yang mengasyikkan, maka anak akan merasa tertarik dengan buku-buku bacaan yang lain.

"Metode lain yang saya terapkan adalah bermain dengan membuat bentuk-bentuk huruf, tujuannya untuk memancing kreativitas anak dan melatih mereka mengingat bentuk huruf-huruf itu," tutur Iswanti.

Kiswanti juga menambahkan, semua benda dapat dijadikan media untuk memperkenalkan membaca bagi anak. Dia mencontohkan, bagi ibu-ibu yang kurang mampu membelikan anaknya buku, bisa menggunakan koran bekas yang kemudian dipotong-potong gambarnya. Potongan itu lalu dikumpulkan dan dijadikan sebuah cerita untuk anak mereka.

"Dalam metode bermain ini peran ibu sangat penting, karena kreativitas ibu sangat dibutuhkan untuk membuat model atau tipe-tipe permainan sesuai yang digemari anak-anak mereka agar mereka semakin berminat untuk membaca," ujarnya. "Ibu adalah perpustakaan pertama bagi anak," tambahnya.

Cara Mengajarkan Membaca dengan Efektif

Kita harus percaya bahwa anak-anak memiliki kemampuan belajar yang tidak tertandingi, karena banyak bukti sudah kita lihat dalam kehidupan sehari-hari mereka bisa menghafal iklan, nyeletuk ketika kita berbicara dengan orang lain, dan menyerap kata-kata yang kita ucapkan.

Dalam bukunya 'How to Teach Your Baby to Read', Glen Doman mengatakan bahwa pada dasarnya kemampuan anak khususnya balita sangat luar biasa. Bahkan, kata Doman, otak anak yang separuhnya sudah dilakukan pembedahan Hemispherectomy (membuang separuh fisik otaknya) bisa punya kemampuan sama dengan anak yang otaknya utuh dan normal.

Sebetulnya, dalam metode Doman, mengajar membaca pada anak balita itu mudah dan sederhana. Hanya saja, saking mudah dan sederhana itulah kita justeru seringkali mengabaikan, menunda, serta menyepelekannya, sehingga akhirnya waktu terlewat dan semua sudah terlambat.

Mudah dan sederhana, namun bukan berarti bisa "seenaknya". Ada hal-hal perlu dilakukan dan penting dilakoni, yang tentu agar tujuan mengajari membaca pada anak-anak tercapai dengan hasil memuaskan.

Apa yang Boleh?
- Jangan membuat anak menjadi bosan dengan maju terlalu cepat, maju terlalu lambat, serta terlalu sering memberi tes
- Jangan memaksa anak, apapun bentuknya
- Jangan tegang, sehingga Anda lebih baik menunda jika suasana tidak mendukung, baik pada Anda maupun si anak
- Jangan dulu mengajarinya abjad, namun ajari ia kata-kata

Yang Harus?
- Bergembiralah dan buat suasana hati anak senang dan nyaman menerima "pelajaran" dari Anda
- Selalu ciptakan cara baru. Ingat, bagaimanapun jeleknya cara Anda mengajar, hampir bisa dipastikan bahwa ia akan belajar lebih banyak daripada tidak diajarkan sama sekali.

Metode Glen Doman (Tahap I)
Sebaiknya tunda dulu mengajarkan anak Anda tentang huruf, karena unsur terkecil dari sebuah bahasa adalah kata, bukan huruf.

Bentuk kata adalah kongkrit, sedangkan huruf adalah abstrak. Sementara, mengajar anak akan lebih mudah pada hal-hal yang kongkrit, bukan hal-hal abstrak yang membuatnya berpikir terlalu dalam atas apapun yang Anda ajarkan.

Salah satu cara mudah dan sederhana mengajarkan anak membaca melalui pengenalan kata adalah dengan menggunakan Metode Glen Doman. Simak langkahnya berikut ini;

1. Buat 15 kata dibagi dalam 3 set kategori berbentuk kartu dari karton dan spidol. Masing-masing terdiri Set Kategori A, Set Kategori B dan Set Kategori C yang berbeda
2. Contoh, gunakan tema nama-nama dalam anggota keluarga di Set A (ayah, ibu, tante, kakek, nenek), nama buah di Set B (apel, pisang, jambu, jeruk, durian), dan nama hewan di Set C (ayam, itik, angsa, ikan, kuda)
3. Ambil satu kartu yang paling depan/tumpukan karton pertama di Set A, sebutkan (bacakan) dan ajak anak menirukannya.
-ingat, tak perlu jelaskan artinya tentang apa yang dibaca oleh si anak
-tak lebih dari satu detik, ambil kartu dari belakang dan lakukan seperti yang pertama
-perhatikan wajah anak ketika menyebutkan kata, amati kata yang disukainya dan yang tidak
-jangan minta anak mengulang kata-kata yang kita bacakan tadi
-setelah membaca lima kata, stop pelajaran ini. Peluk anak Anda dan puji dia dengan menunjukkan Anda bangga atas apa yang dilakukannya

4. Di hari pertama pelajaran, lakukan untuk Set A sebanyak tiga kali (3x)

5. Hari kedua lakukan Set A = 3x, Set B = 3x

6. Hari ketiga Set A = 3x, Set B = 3x, dan Set C = 3x

7. Hari keempat sampai dengan keenam sama seperti hari ketiga
-setiap kata dibaca maksimal antara 15 - 25 kali. Setelah sebanyak itu, kata harus diganti. Caranya, setelah hari keenam ambil 1 kata dari setiap Set dan gantilah dengan sebuah kata baru
-setiap satu Set yang Anda bacakan selesai lansung diacak, hal ini supaya anak tidak bisa menebak urutan kata
-jangan pernah mengulang kata yang sudah Anda bacakan, sehingga tidak salah Anda menandai tiap kata yang sudah Anda bacakan dengan pensil. Tanda ini juga bisa dijadikan patokan sudah berapa kali kata ini kita bacakan

Mengenal Pendidikan di Jepang

Pesatnya perkembangan teknologi dan industri di negeri matahari terbit, sudah tak bisa disangkal lagi. Berbagai negara berdatangan hendak mencontoh kesuksesan sistem pendidikan yang selama ini dikembangkan di negeri ini. Catatan performa para siswa Jepang terutama dalam bidang matematika dan ilmu alam selama dua dekade terakhir senantiasa menjadi tolok ukur kesuksesan itu.

Namun sebetulnya dibalik kesuksesan itu, Jepang sendiri sempat mengalami kekurangpuasan dengan sistem pendidikan yang mereka miliki, khususnya antara tahun 1980an sampai sekitar tahun 1990an. Akibatnya, kementrian pendidikan berupaya melakukan serangkaian reformasi yang berpengaruh pada kebijakan-kebijakan pendidikan yang berkembang saat ini. Meski begitu, kebijakan-kebijakan atas reformasi itu sendiri masih sering menjadi bahan perdebatan di kalangan para stakeholder dan pemerhati pendidikan.

Menurut catatan Christopher Bjork dan Ryoko Tsuneyoshi, berbagai penelitian yang dipublikasi selama periode dua dekade dari abad ke 20 banyak mengetengahkan isu komparatif guna mengetahui kelebihan dan kekurangan sistem pendidikan di Jepang dibanding dengan negara-negara yang lain. Hasilnya secara umum hanya menggarisbawahi aspek-aspek yang unggul dari sistem pendidikan tersebut, misalnya dasar yang kuat yang ditanam pada para siswa untuk bidang studi matematika dan ilmu pasti, komitmen masyarakat yang kuat pada keunggulan akademik, keselarasan hubungan antara pengajar dan peserta didik, serta budaya pengajaran yang sarat perencanaan dan implementasi yang matang.

Seiring dengan melimpahnya kekaguman berbagai bangsa luar, termasuk Indonesia atas sistem yang dikembangkan tersebut berbagai perdebatan seputar hakikat dan tujuan sistem itu beserta dampak-dampak yang ditimbulkannya mewarnai dinamika pendidikan di negara ini.

Perdebatan ini banyak terjadi antara mereka yang tamat dari sekolah-sekolah dalam negeri dan mereka yang tamat dari luar negara. Selain itu, selama bertahun-tahun sistem pendidikan di negeri sakura ini dinilai terlalu kaku dalam mengaplikasikan ujian masuk bagi para calon siswa baru serta semata-mata menekankan kemampuan ingatan terhadap fakta-fakta yang ada.

Fenomena inilah yang kemudian menggugah kementrian pendidikan, budaya, olahraga, ilmu pengetahuan serta teknologi (MEXT) untuk memelopori “Yutori Kyoiku”, suatu reformasi pendidikan guna meredam intensitas tersebut.

Namun demikian, aplikasi pada reformasi ini bukannya membuat perdebatan reda, tetapi justru menyulut berbagai percikan kritikan baru. Di satu pihak, ada yang berupaya mengembalikan sistem pendidikan Jepang pada agenda awal dengan mengembalikan fungsi kurikulum secara penuh. Di lain pihak ada yang bersikukuh mendorong Jepang makin meningkatkan standar akademik, seiring dengan pengembangan program “Super Science” untuk siswa-siswi sekolah lanjutan atas, yang notebene untuk mereka dengan kemampuan di atas rata-rata.

Kecenderungan sosial akademik ini tidak bisa dibendung dan sejumlah sekolah lokal mengembangkan kebijakan orientasi pada pasar (market-oriented policies) seperti misalnya berlomba-lomba untuk menjadi sekolah pilihan.

Berbagai perdebatan yang muncul tersebut seakan-akan mempertanyakan sistem pendidikan yang sedang berkembang di Jepang saat itu, bahkan ada beberapa dari mereka berpendapat bahwa sistem pendidikan Jepang saat itu ada dalam suatu titik genting. Di tengah-tengah tantangan untuk mengurangi beban tekanan akademis bagi para siswa, pengembangan motivasi belajar, kemampuan berpikir kritis ada sejalan dengan upaya untuk membekali para siswa pada kemampuan-kemampuan akademik dasar.

Para pendidik pun disibukkan untuk menggali berbagai pendekatan yang sekiranya tidak hanya bisa menjawab pertanyaan para stakeholder tersebut, namun juga bisa tetap berada pada jalur kurikulum yang telah mereka sepakati. (Sumber: Kompas.com)

Guru Kreatif, Siswa Senang

Guru-guru yang mengutamakan kepentingan anak-anak dalam belajar harus mampu mendorong suasana belajar kreatif dan menyenangkan. Dengan menciptakan suasana belajar tanpa tekanan dan melibatkan peran serta anak didik, pembelajaran menjadi lebih efektif dan bermanfaat bagi peserta didik.

Demikian terungkap dari perbincangan dengan sejumlah guru Matematika dan Sains tingkat SD dari berbagai Indonesia dalam acara Indonesian Science Festival 2009 di Jakarta, Minggu (2/8). Mereka mengembangkan alat dan metode belajar Matematika dan Sains yang sederhana dan dikemas dalam permainan untuk membantu siswa yang kesulitan memahami pelajaran yang harus dikuasai siswa. Kegiatan dilaksanakan pada 1-5 Agustus di Hotel Bumikarasa Bidakara.

M Mustofa, guru SDN Sapikerep 1, Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengatakan siswa SD sulit belajar perkalian dan pembagian jika pembelajaran dilakukan dengan cara konvensional yakni menghafal. Akibatnya, banyak siswa kelas VI sekalipun yang tidak hafal perkalian dan pembagian.

Berangkat dari tanggung jawab sebagai pendidik yang mesti bisa membantu siswa paham dengan pelajaran, Mustofa pun berusaha menciptakan metode menghafal perkalian dan pembagian yang tidak membuat siswa stres. Sejak tujuh tahun lalu, Mustofa memanfaatkan kartu domino sebagai sarana belajar.Setiap kartu domino dibagi menjadi dua bagian yakni jawaban dan soal perkalian atau pembagian. Siswa mesti menemukan soal dan jawabannya di kartu domino lainnya.

"Karena sifatnya permainan, anak-anak jadi senang. Dalam seminggu mereka bisa hafal perkalian. Jam istirahat pun mereka bisa bermain sambil belajar," katanya.

Mustofa hanyalah satu dari 20 guru Matematika SD lainnya yang dinilai layak berkompetisi secara nasional. Guru-guru kreatif lainnya juga mampu menciptakan cara belajar Matematika yang asyik, seperti memanfaatkan catur, belajar berhitung sambil bernyanyi, hingga ada yang memakai cara lomba lari estafet perkalian membawa kelereng.

Di bidang sains, M Hadi, guru SDN 28 Cakranegara, Nusa Tenggara Barat, memakai kaleng roti, bola pimpong, dan bola plastik untuk membuat siswa SD paham konsep terjadinya gerhana bulan dan matahari.

"Guru mesti bisa mengajarkan hal-hal yang abstrak menjadi nyata buat siswa. Cara belajar seperti itu sangat memudahkan siswa untuk memahami yang rumit dengan cara yang sederhana," kata Hadi.

Menurut Hadi, guru Indonesia sebenarnya mampu untuk kreatif menyampaikan materi pelajaran. Mereka hanya perlu didorong dan dihargai, sehingga semangat untuk memberikan yang terbaik buat siswa bisa tumbuh dalam diri setiap guru.

"Seringkali dalam pelajaran sains, pemerintah memberi alat-alat yang mahal dan rumit. Kalau rusak, guru nggak mengerti memperbaikinya. Yang ada alat-alat itu jadi mubazir. Yang perlu didoorng bagaiaman guru bisa memanfaatkan apa yang ada di sekitar sebagai alat belajar," kata Hadi.

Pada acara Indonesian Science Festival yang dilaksanakan 1-5 Agustus itu, siswa dari berbagai SD di Indonesia juga ditantang untuk bisa menampilkan buah karya dalam bidang sains dan matematika. Kreativitas mereka untuk memanfaatkan sains dalam memecahkan masalah ternyata cukup mengagumkan.

Para siswa SD itu antara lain mampu untuk membuat jebakan tikus listrik, alat deteksi gempa bumi, atau penggiling sambal sederhada. Di bidang Matematika, ada siswa SD yang mampu menciptakan cara untuk mencari bilangan prima 1-100 dengan mudah, ular tangga Matematika, atau tabel penyederhanaan pecahan. (Sumber: Kompas.com)

Guru Wajib Mengajar 24 Jam

Pemerintah akan menerbitkan ketentuan mengenai kewajiban beban tugas mengajar selama 24 jam seminggu bagi para guru tersertifikasi. Kewajiban tersebut menimbulkan permasalahan di lapangan selama ini.

”Saat ini, disiapkan peraturan menteri yang mengatur tentang kewajiban 24 jam mengajar. Beberapa alternatif untuk memenuhi ketentuan tersebut, selain mengajar di kelas ialah mengajar Paket A, B, C, melaksanakan remedial, tim teaching (mengajar secara berkelompok), dan mengajar di sekolah lain,” ujar Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Baedhowi, di sela acara Simposium Penelitian Pendidikan, Kamis (6/8).

Baedhowi yang menjadi salah pembicara kunci dalam kegiatan tersebut memaparkan tentang upaya peningkatan profesionalitas guru.

Baedhowi menambahkan, rencananya untuk daerah terpencil, alternatif-altearnatif tersebut dapat dijalankan seterusnya. Sedangkan, di daerah perkotaan hanya pada masa transisi sekitar dua tahun. Selama ini, sebagian guru mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban tersebut. Berbagai alternatif seperti remedial, tim teaching, dan mengajar di sekolah lain terkadang menimbulkan kebingungan para guru karena belum ada payung hukumnya.

Baedhowi berpendapat, kesulitan pemenuhan ketentuan 24 jam mengajar seminggu muncul antara lain karena jumlah guru yang terlalu banyak dan distribusi tidak merata. Terjadi inefisiensi. ”Untuk guru calon peserta uji sertifikasi sebetulnya sudah ada persyaratan yang salah satunya guru tersebut telah mengajar 24 jam semingu. Namun, pada praktiknya peserta yang dipilih mengikuti sertifikasi terkadang tidak sesuai,” ujarnya.

Begitu guru tersebut lolos uji sertifikasi baru belakangan muncul masalah pemenuhan ketentuan jam mengajar itu. Sekolah dan guru pun bingung mencari jalan agar jam mengajar jumlahnya terpenuhi. Ke depan, diharapkan pemerintah daerah menyaring peserta uji sertifikasi sesuai ketentuan.

Kamis, 06 Agustus 2009

Perguruan Tinggi pun Berprestasi, Inilah Buktinya

“Tidak cukup lebar tangan kita untuk mengapresiasi segala ketekunan dan prestasi yang telah diukir oleh para akademisi kampus kita” kata Dirjen Dikti, Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D pada malam anugrah akademisi berprestasi tingkat nasional di Jakarta (29/07).

Ajang pemilihan akademisi beprestasi yang terdiri dari dosen, mahasiswa, kaprodi, pustakawan, laboran, tenaga administrasi akademik merupakan salah satu cara Dikti mengapresiasi dan memperkenalkan sebuah nilai ketekunan dan prestasi kerja ilmiah kepada masyarakat.

Setelah melewati rangkaian seleksi yang panjang dimulai dari tingkat jurusan, fakultas, universitas, untuk swasta tambah kopertis, sampai ke nasional, akhirnya terpilihlah akademisi berprestasi tingkat nasional tahun 2009 peringkat 1, II dan III.

Dosen berprestasi peringkat pertama adalah Dr. Ir. Suwarno, MT dari Institut Teknologi Bandung. Peringkat kedua, Prof. Ir. Nyoman Pujawan, M.Eng, Ph.D dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Dr. Ir. Riri Fitri Sari, M.Sc., Ph.D dari Universitas Indonesia berada pada peringkat ketiga.

Mahasiswa berprestasi peringkat pertama diraih oleh Muchdlir Zauhari dari Universitas Indonesia. Eko Heriyanto dari Univerisitas Negeri Semarang berhasil menggondol peringkat kedua. Peringkat ketiga didapatkan oleh Ekachaeryanti Zain dari Universitas Hasanuddin.

Kaprodi berprestasi peringkat pertama adalah Dr.Ir. Dahrul Syah dari Institut Pertanian Bogor. Prof.Ir. Suryo Purwono, MASc.Ph.D dari Universitas Gadjah Mada meraih peringkat kedua. Sementara itu peringkat ketiga didapat oleh Ir. Mochammad Ashari, MEng.Ph.D dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya.

Laboran berprestasi pertama adalah Ahmad Ashari dari Universitas Indonesia. Sri Mulyasih, A.Md dari Institut Pertanian Bogor berada pada urutan kedua. Pada peringkat ketiga didapat oleh Asep Supriyadi, A.Md dari Universitas Jember.

Pustakawan berprestasi pertama berhasil didapatkan oleh Drs. Achmad, MA dari Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Berada pada peringkat kedua adalah Endang Fatmawati, SS, S.Sos, M.Si dari Universitas Diponegoro. Sri Rumani, SH,, SIP., MSi dari Universitas Gadjah Mada menjadi pemenang peringkat ketiga.

Tenaga administrasi berprestasi peringkat pertama akhirnya berhasil dicapai oleh Samsuri, S.IP., M.Si dari Universitas Sebelas Maret. Berada di peringkat kedua yaitu Nor Sukohadi, S.Sos dari Institut Teknologi Sepuuh November. Terakhir Dede Koswara dari Institut Teknologi Bandung berada pada peringkat ketiga.

Semoga bisa menjadi role model bagi akademisi yang lain terutama kolega di lingkungan kampus sendiri. Masih banyak potensi dan tantangan bangsa ke depan yang memerlukan sentuhan kreativitas para akademisi, terutama digerakkan oleh mereka yang berprestasi ini. (Sumber:dikti.go.id)

Asyiklah, Pendidikan Dapat Dana Terbesar Tahun ini

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) pada RAPBN 2010 memperoleh alokasi anggaran terbesar yang mencapai Rp 51,8 triliun. "Anggaran besar untuk Departemen Pendidikan Nasional tersebut untuk menuntaskan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, pemerataan, dan perluasan akses pendidikan, serta peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Pidato Pengantar RAPBN 2010 dan Nota Keuangan di depan Rapat Paripurna Luar Biasa DPR-RI, di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin (3/8).

Pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2010, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja untuk seluruh kementerian/lembaga mencapai Rp 327,6 triliun, meningkat Rp 10,6 triliun dibanding RAPBN tahun 2009 lalu. Menurut Kepala Negara, dengan anggaran pendidikan yang mencapai 20 persen dari APBN itu diharapkan dapat menaikkan kesejahteraan guru, meningkatkan mutu pendidikan guna membangun keunggulan dan daya saing bangsa di abad 21.

Diungkapkan oleh Presiden, lembaga lainnya yang juga memperoleh anggaran yang cukup besar yaitu Departemen Pertahanan sebesar Rp 40,7 triliun dan Departemen Pekerjaan Umum Rp 34,3 triliun. Sementara itu, Departemen Agama memperoleh Rp 26,0 triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia sebesar Rp 25,8 triliun, Departemen Kesehatan sebesar Rp 20,8 triliun, dan Departemen Perhubungan sebesar Rp 16,0 triliun.