Selasa, 30 September 2008

Mengenali Bahaya Guru Pikun Gaya Alzheimer

Pernahkah anda melihat guru lupa saat di kelas? Biasanya, guru lupa itu bertanya, "anak-anak, pelajaran kita sampai di mana?; Anak-anak hari ini kita ulangan, padahal minggu lalu sudah ulangan; "apa benar kita di ruang ini?"; dan seterusnya. Bisa jadi, guru tersebut memang benar-benar lupa karena terkenan pikun Alzheimer.

KEPIKUNAN atau demensia mungkin adalah hal yang dapat dimaklumi bagi para orang lanjut usia. Tetapi bila kepikunan sudah dalam kategori 'sangat parah' dan mempengaruhi kepribadian, tingkah laku dan aktivitas, tentu patut diwaspadai karena bisa jadi apa dialami adalah Demensia Alzheimer.

Alzheimer adalah jenis kepikunan yang 'mengerikan' karena dapat melumpuhkan pikiran dan kecerdasan seseorang. Keadaan ini ditunjukkan dengan kemunduran fungsi intelektual dan emosional secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari, termasuk kegiatan mengajar di kelas.

Menurut dr. Samino, SpS (K), Ketua Umum Asosiasi Alzheimer Indonesia (AAzI), alzheimer timbul akibat terjadinya proses degenerasi sel-sel neuron otak di area temporo-parietal dan frontalis. "Demensia Alzheimer adalah penyakit pembunuh otak karena mematikan fungsi sel-sel otak," ujarnya dalam edukasi tentang Alzheimer beberapa waktu lalu.

Mereka yang rentan terserang kepikunan alzheimer ini adalah para lansia di atas 60 tahun, tetapi orang dewasa muda juga tak tertutup kemungkinab bila memiliki faktor risiko keturunan. Bahkan menurut Samino, penderita demensia alzheimer berusia 40 tahun pernah ditemukan di Indonesia.

Deteksi dini adalah hal penting dalam mengatasi Alzheimer, tetapi faktanya seringkali sulit dilakukan karena gejala kemunduran kerap dianggap sebagai suatu hal yang lumrah. Pasien biasanya hanya menunjukkan gejala biasa seperti lupa, tetapi kemudian berkembang progresif menjadi parah dan memperburuk fungsi kognitif dan fungsi mental lainnya. Untuk guru, dampaknya, tentu akan merugikan murid dalam belajar.

Kejanggalan awal biasanya dirasakan oleh penderita sendiri, mereka sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Mereka juga sering kali menutup-nutupi hal itu dan meyakinkan diri sendiri bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka.

Kejanggalan biasanya akan dirasakan oleh orang-orang di sekitar mereka yang mulai khawatir akan penurunan daya ingat. Mereka awalnya belum mencurigai adanya problem besar di balik kepikunan yang dialami pasien, tetapi kemudian tersadar bahwa kondisinya sudah parah.

Nah, agar kepikunan Alzhemier dapat dicegah sejak dini, berikut beberapa tanda atau gejala yang patut diwaspadai kemungkinan hadirnya penyakit pembunuh otak :

- Kemunduran memori/daya ingat.
- Sulit melaksanakan kegiatan / pekerjaan sederhana
- Kesulitan bicara dan berbahasa.
- Disorientasi WTO (Waktu – Tempat – Orang)
- Sulit dalam berhitung
- Salah meletakan benda
- Penampilan buruk karena lupa cara berpakaian atau berhias
- Perubahan emosi dan perilaku.
- Gangguan berfikir abstrak. Kemampuan imajinasi penderita terganggu.
- Hilang minat dan inisiatif. Cenderung menjadi pendiam, tak mau bergaul, menyendiri.
- Tidak bisa membedakan berbagai jenis bau-bauan (tanpa penyebab lain misalnya flu, trauma otak, tumor otak).

Mudah-mudahan, Anda bukan guru yang pikun asalkan bersahabat dengan siswa, berpikir positif, berolahraga, dan berjiwa muda.

Diramu dari www.kompas.com

Guru di Mata Mbok Siti (24)

Tiba-tiba, seusai aku shalat Ied, doa baru saja aku lantangkan dalam hati, wajah Mbok Siti muncul kuat di depan mata dengan senyum khasnya. Aku terhenyak. Kupejamkan mata untuk mengisi hati. "Mbok, terimalah maaf tulusku", kata hatiku dibarengi air mata leleh pelan-pelan. Lalu, aku usap perlahan dengan napas yang kutahan. Aku bergegas meloncat dari masjid dan menderu ke satu tujuan. Rumah Mbok Siti.

Sepeda baru saja kuletakkan di latar teduh di bawah pohon mangga, tiba-tiba, Mbok Siti mendatangi dengan sangat cepat dan tanganku diraih. "Mohon maaf lahir batin, ya anakku", ucapnya tegas. Aku kaget. Ya... Kaget. Semestinya, akulah yang minta maaf dahulu. Hatiku menangis. Mengapa, aku yang mudah kalah cepat meminta maaf.

"Jangan menangis dan bersedih anakku hanya karena Mbok minta maaf lebih dahulu", ujarnya lirih. Meminta maaf merupakan kewajiban bagi siapa saja, termasuk Mbok Siti. Bukan berarti yang tua harus memaafkan tetapi juga harus dimaafkan. "Begitu pula, guru yang baik harus berani meminta maaf kepada murid-muridnya", katanya sambil mengajakku masuk ke dalam rumah. Maaf itu memang mudah diucapkan tetapi susah untuk dituluskan. Nah, guru yang berada dalam tingkat ketulusan kepada murid-muridnyalah yang memberikan kedamaian bagi dorongan prestasi muridnya. "Silakan, jajan ini dinikmati", kata Mbok Siti. Aku lihat, banyak tamu lain yang juga menikmati jajan sambil tersenyum melihatku. Aku pun menyalami semua tamu meski belum pernah aku kenal.

Hanya ada satu ucap, maaf dari segala maaf, bukan untuk apa-apa tetapi agar tidak ada apa-apa, selain kita insan yang sama

Minggu, 28 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (23)

Kicau burung prenjak itu sungguh-sungguh menggairahkan semangat pagi itu. Dari dahan ke dahan, berloncatan sambil berkicau khas, burung kecil itu. Aduh, tangan rasanya mau memegang burung itu. Mbok Siti tersenyum melihat wajahku yang mengikuti gerak burung prenjak dari kiri ke kanan, dari atas ke bawah, dan dari samping menelusup ke ranting terdalam.

"Itu burung bersahabat, anakku", ujar Mbok Siti sambil menyilakan aku duduk di beranda sebelah kanan rumah tepas kebanggaan. Dari burung kecil itu, kami terbiasa untuk membacanya bahwa sebentar lagi akan ada tamu, entah tamu dari mana. Dialah sebuah petunjuk. Petunjuk yang pasti, jauh sebelum dunia ini dihiasi telepon untuk mengabarkan sesuatu. "Jadilah petunjuk sesuatu sehingga dapat dibanggakan", ujarnya.

Guru juga seekor burung prenjak yang tidak pernah berhenti memberikan petunjuk dengan suara khasnya yang membedakan burung lain. Dalam memberikan petunjuk, guru tidak perlu jengah, lunglai, dan malas meski petunjuk itu tidak seberapa digunakan oleh murid-muridnya. Lama-kelamaan, murid akan paham bahwa petunjuk yang dikicaukan guru memberikan manfaat pasti bagi murid. Berilah murid suara khas guru yang dapat membekas di sanubari murid.

Jumat, 26 September 2008

Mengajar dengan Metode Laskar Pelangi


Oleh Suyatno

Mendidik dan mengajar dengan hati. Itulah kata kunci dalam menggunakan metode Laskar Pelangi melalui pembelajaran apa saja. Peran guru hanya sebagai fasilitator dan motivator yang menjaga emosi dan hati siswanya. Bahan ajar dielaborasikan secara nyata dengan pengalaman langsung dengan alam. Media pembelajaran berkutat pada yang ada, di sini, sekarang, dan dikenal anak. Proses pembelajaran menjadi sesuatu yang utama dibandingkan masukan (in-put) siswanya. Prosedur pembelajarannya bebas dari mana saja memulainya, yang penting, pembelajaran dimuali dari kondisi siswa.

Metode Laskar Pelangi merupakan metode yang diadaptasi langsung dari novel dan film Laskar Pelangi. Laskar Pelangi karya Andrea Hirata ini dalam film (visualnya) dibintangi oleh pemain cilik berbakat anak-anak asli Belitong, di antaranya : Yogi (Kucai), Levina (Aling), Febri (Borek), dan Hendry (A Kiong). Pemain-pemain lainnya, pemain watak bintang Indonesia saat ini, yakni Cut Mini, Mathias Muchus, Oneng Dyah Pitaloka, Alex Komang, Roby Tumewu, Selamet Rahardjo, dan lainnya. Film itu diproduseri Mira Lesmana dan sutradara Riri Riza.

Film berdurasi total 125 menit ini memang memberikan inspirasi bahwa mengajar itu menyenangkan bagi guru dan menyenangkan bagi siswa yang belajar. Bahkan, tanpa guru pun, siswa-siswa belajar sendiri di kelas karena motivasi kuat yang telah tertanam. Kelas tidak menjadi satu-satunya tempat pembelajaran. Dalam film ini, karakter-karakter unik dalam novel betul-betul dihidupkan sehingga menjadi buku teks bagi guru-guru.

Kisah Laskar Pelangi dimulai dari pemuda tuna grahita yang menyelamatkan SD Muhammadiyah Gantong karena menggenapi sepuluh murid; Lintang, anak jenius yang terlahir dari alam; Mahar yang berhasil mengharumkan nama sekolah lewat tarian buah gatal-nya; serta sang tokoh sentral Bu Muslimin yang diperankan amat baik oleh aktris Cut Mini. Emosi penonton pun akan dibawa layaknya menaiki roller coster. Merasakan kegembiraan, keluguan, termasuk kesedihan yang amat tragis ketika mengetahui seorang brilian macam Lintang harus berhenti sekolah akibat bola nasib keterbatasan ekonomi.




Tidak sedikit penonton, khususnya guru, menitikkan air mata usai menyaksikan film ini. Jangan sampai ada Lintang-Lintang berikutnya. Sayang sekali jenius seperti itu, permata nusantara, tetapi gagal mengejar cita-cita karena tidak bisa sekolah. Adegan Lintang mengucapkan perpisahan dengan Ikal (sang pemain utama) dan kawan-kawannya di SDN Muhamamdiyah Gantong menjadi momen yang sangat dramatis.

Pendidikan bukan sekedar kognisi. Tetapi, menyangkut pula jiwa dan nurani. Semua pengelola pendidikan terutama yang di birokrasi hendaknya mulai membuka diri untuk mengelola pendidikan dengan metode Laskar Pelangi. Ternyata, kognisi saja yang diagung-agungkan selama ini hanya mampu membangun peradaban di permukaan saja. Peradaban di dalam hati ternyata terbingkai oleh nafsu korupsi, mutilasi, perang desa, intrik, dan skandal harta. Peradaban dalam hati perlu diisi dengan baik oleh pengelola pendidikan secara maksimal. Mendidik anak itu harus sepenuh hati. Bisa di mana pun dan kapan pun. Laskar Pelangi bisa menjadi inspirasi dan teladan bagi para guru dan siswa. Prestasi adalah hal biasa. Namun, jika prestasi itu lahir di tengah-tengah keterbatasan, ini hal yang luar biasa.

Guru di Mata Mbok Siti (22)

"Lihatlah anakku, pohon-pohon itu berdiri kuat hanya untuk memberi", kata Mbok tiba-tiba saat berjalan membawa rerambanan pakan kambing. Aku yang di sebelahnya, menimpali pelan, "Iya, Mbok", sambil bernapas panjang karena jalan agak jauh. Anehnya, meski menurutku perjalanan lumayan jauh, napas Mbok Siti tampak tidak berubah, tenang, dan melangkah konstan.

"Pohon itu lebih banyak memberi daripada menerima", tambahnya. Karena banyak memberi, burung-burung, ulat, tawon, kelelawar, kupu-kupu, belalang, dan sebagainya dapat menikmatinya dengan baik sehingga berlangsung siklus hidup ini. "Pohon itu tidak pernah berharap menerima meski telah memberi sebanyak-banyaknya," kata Mbok pelan.

"Kalau saja guru mampu menangkap tugas mulia pohon-pohon itu, pasti banyak kegiatan memberi yang dilakukan guru", ujar Mbok sesampai di kandang kambing. Guru yang terhormat haruslah banyak memberi daripada menerima. Dengan memberi, ragam siswa dari latar belakang berbeda akan mampu menikmati aktivitas memberi guru. Dengan memberi, tanpa meminta, perhatian tulus akan datang dengan sendiri kepada diri guru. "Berarti, kita sedang memberi juga kepada kambing ini makanan lezat baginya, Mbok?", tanyaku. Mbok tersenyum segar.

Kamis, 25 September 2008

Kiat Minta Maaf Guru kepada Siswa

Oleh Suyatno

Guru bukanlah dewa atau malaikat yang selalu benar semua tindakan dan ucapannya. Guru juga manusia, yang tidak pernah lepas dari salah dan khilaf termasuk salah ucap ke siswanya. Kadang yang diucapkan guru menyinggung perasaan salah satu siswanya meskipun menurut siswa lain tidak menyinggung perasaan. Kadang, guru merasakan bahwa ucapannya sudah tepat untuk dikonsumsi siswa tetapi malah memunculkan persepsi negatif. Bahkan, ada guru yang terang-terangan berkata jorok di depan siswa dan siswa langsung menghunjam kata-kata itu dengan cara mendiamkan dan menjauhinya.

Tidak jarang, guru membuat hubungan dengan siswanya terganggu. Inilah cara meminta maaf pada siswa tanpa membuat guru harus kehilangan wibawa di depannya.

1. Mengaku bersalah
Sadari bahwa guru telah membuat kesalahan, dan akui itu di hadapan siswa. Inilah salah satu faktor penting dalam meminta maaf. Guru yang demikian itu pastilah diacungi jempol siswanya. Tidak jarang ini sulit dilakukan, karena guru merasa gengsi. Lupakan gengsi, kalau memang tidak ingin masalah terus berlarut.

2. Tulus
Ketika meminta maaf, guru harus tulus. Siswa akan gampang mengetahui ketika guru berbohong tentang hal ini. Siswa merupakan orang yang cepat menangkap perubahan mimik gurunya. Jadi, tuluslah dengan mimik yang juga tulus tanpa dibuat-buat.

3. Tenang
Meminta maaf dalam keadaan emosi dan marah akan percuma. Kalau guru belum bisa bersikap tenang, katakan pada siswa bahwa guru butuh waktu untuk sendiri, sebelum melanjutkan pembicaraan dengannya. Kemudian, pikirkan apa yang terjadi dan apa penyebabnya agar pikiran jadi tenang.

4. Tepat sasaran
Katakan permintaan maaf guru secara langsung dan dalam kalimat yang tidak berbelit-belit. Sedapat-dapatnya, minta maaf tidak dititipkan kepada siapapun. Ingat, yang dimintakan maaf adalah sikap guru yang baru saja terjadi, bukan orang lain. Misalnya, mintalah maaf atas kemarahan dan ucapan guru yang kasar, bukan atas kepribadian guru yang emosional.

5. Jangan menyalahkan
Jangan balik menyalahkan siswa hanya untuk membenarkan sikap guru. Misalnya, dengan mengatakan bahwa seandainya ia tidak malas, guru tidak akan marah terus padanya. Ini sama saja guru tidak meminta maaf, melainkan justru menyalahkannya.

6. Meminta maaf
Mengatakan bahwa guru bersalah dan bertanya apakah siswa mau memaafkannya akan mempermudah guru mengungkapkan penyesalan, sekaligus membuat siswa belajar memahami cara memperbaiki hubungan.

7. Evaluasi
Bersama siswa, lihat kembali bagaimana guru bisa menyelesaikan masalah itu dengan baik, dan sepakati cara yang akan dilakukan bila masalah yang sama terjadi lagi nanti.

8. Lupakan
Bagaimanapun juga, guru hanya seorang manusia, yang tentu tidak sempurna dan bisa berbuat salah. Namun, jangan terus berkutat pada rasa bersalah itu. Setelah meminta maaf, lupakan masalah tersebut dan berusahalah untuk tidak mengulanginya lagi, sama seperti ketika guru memintanya tidak mengulang kesalahan.

9. Jangan berlebihan
Berlebihan dan selalu meminta maaf, bahkan untuk hal-hal yang sangat sepele, justru akan membuat guru kehilangan wibawa. Mintalah maaf karena memang bersalah, bukan karena guru berusaha menerapkan disiplin atau hukuman yang terbilang wajar, atas kesalahannya.

Hasil dari meminta maaf dengan kesembilan syarat itu akan melapangkan hati guru dan memaksimalkan kinerja. Untuk itu, guru jangan pelit dengan maaf. Perbesarlah hubungan manusiawi terhadap siswa-siswanya karena mereka juga manusia meskipun saat ini masih dipersepsikan serba kurang, kurang besar, kurang pandai, kurang sopan, dan sebagainya. memang siswa berada dalam posisi kurang untuk menuju ke posisi mantap. Itulah proses pembelajaran yang diasuh guru sejati.

Guru di Mata Mbok Siti (21)

"Nak, minumlah kelapa muda itu", ajak Mbok Siti sambil menunjuk ke depan tempat dudukku. Rupanya, hari itu Mbok Siti telah menyiapkan kelapa muda untuk suguhan kami. "Iya, MBok", sambil aku angkat kelapa muda segar yang sudah dibuka porosnya sehingga mudah diseruput.

"Segar sekali kelapa muda ini, Mbok", komentarku basa-basi. "Setiap kelapa muda pasti segar karena berada di tengah pertumbuhan menjadi tua", kata MBok Siti. Kesegaran itu dapat diraih setelah kita membuka sabut kelapa dan mengupas batok kayunya. Usaha mengupas itu memerlukan waktu, usaha, dan tenaga yang terjalin dalam sebuah proses. Karena mengupasnya penuh rencana, inti kelapa muda itu dapat diraih.

Begitu pula seorang guru, untuk mendapatkan hasil yang menyegarkan bagi kita, perlu upaya dalam memproses siswanya melalui usaha, waktu, dan tenaga pula. "Kadang, banyak guru yang tidak ada waktu dalam memproses siswa", kata Mbok. Hasilnya, siswa tidak menunjukkan perubahan. Begitu pula, ada guru yang mempunyai waktu tetapi tidak bertenaga, hasilnya sama saja mengecewakan kita. Lalu, ada guru punya waktu dan tenaga tetapi tidak punya usaha, hasilnya juga tidak maksimal. "Jadi, guru juga harus mempunyai waktu, usaha, dan tenaga dalam berproses", kata Mbok pelan sambil mengangkat kelapa muda untuk diminumnya.

Ijazah Instan Berangkat dari Budaya Instan

Oleh Suyatno

Tampaknya, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, sudah tidak mempan masuk di sanubari bangsa kita. Bangsa ini sudah masuk pada peradaban serba cepat dalam semua lini. Orang sekarang sudah tidak mau susah-susah masak karena semua sudah tersedia di toko tinggal makan, orang sudah tidak usah bersusah-susah menabung untuk membeli sepeda motor karena sudah tersedia di diler tinggal ambil. Orang sekarang tidak usah susah-susah sekolah karena tinggal beli ijazah, selesai semua urusan. Mengapa terjadi seperti itu?

Seolah-olah semua orang terhenyak ketika Jawa Pos menurunkan jurnalistik investigasinya tentang Cara Gampang Medapatkan Ijazah Tanpa Kuliah. Mereka menghujat semaunya seperti yang tergambar dalam kolom komentar pembaca tentang ijazah instan itu. Padahal, ijazah instan sudah tidak barang baru dan selalu di depan mata kita. Kita terbiasa melanggar dan melompati tatanan yang dibuat sendiri, khususnya, dunia pendidikan. Seolah-olah, pendidikan seperti barang dagangan di toko-toko. Padahal, pendidikan adalah proses yang bermuara pada pembentukan kemampuan yang berkarakter.

Budaya instan ada dalam denyut nadi kita bersama yang bermuara pada pengkerdilan budaya keindonesiaan. Andai saja, semua orang Indonesia, konsisten sesuai dengan jalur masing-masing dan berada dalam budaya proses, kasus ijazah instan tidak akan terjadi. Tapi, dalam darah daging kita telah muncul gelembung racun instan, komsumtif, jalan pintas, dan gengsi berlebihan.

Jika kelangsungan bangsa Indonesia direkayasa untuk bergerak selamanya, racun itu harus segera dimusnahkan dengan membangun budaya baru, yakni budaya proses, budaya kerja, budaya prestasi, dan budaya konsisten. Para tokoh masyarakat kompak akan rekayasa menggeser racun budaya Indonesia dengan denyut budaya potensial. Namun, para tokoh masyarakat pun turut dijangkiti racun budaya tersebut sehingga terjadi kesusahan harus berangkat dari mana.

Mulailah dari guru yang betul-betul mempunyai hati untuk membangun generasi Indonesia sejati. Guru tersebut perlu membentuk komunitas guru sehati yang meyakinkan diri bahwa racun budaya itu secara perlahan tapi pasti akan membunuh kelangsungan bangsa ini. Jika racun itu berkembang pesat, dapat dipastikan bahwa generasi kita tidak dapat berbuat apa-apa untuk sebuah produk, yang ada menunggu buatan bangsa lain. Bisa jadi, sambel pecel nanti tidak ada yang dapat membuat karena terbiasa membeli. Yang membuat bangsa lain yang berperadapan budaya proses. Begitu pula, barang-barang lainnya, bangsa kita bisanya hanya membeli, padahal daya beli kita menurun drastis. Ujung-ujungnya, bangsa ini kembali menjadi bangsa budak untuk mendapatkan uang untuk membeli produk tertentu. Kisah itu harus dipahami oleh guru.

Guru perlu menyatukan genggaman tangan untuk membangun budaya proses apapun hasilnya. Mereka harus bahu membahu membangun formulasi budaya proses. Wajah Indonesia harus benar-benar Indonesia.

Jumat, 19 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (20)

Entah mengapa, aku selalu rindu dengan Mbok Siti di atas rindu sinar matahari dengan buminya. Kali ini, aku datang dengan membawa buah anggur segar yang aku beli di pasar pagi untuk kuberikan dengan ikhlas kepada Mbok Siti. Denagn perasaan, maju mundur karena mungkin Mbok Siti tidak berkenan menerimanya, aku bawa anggur segar dengan tas kresek hitam.

"Siang Mbok", sapaku dengan lembut. "Pagi juga anakku, kamu membawa apa?", tanya Mbok Siti sambil melipat-lipat kebaya yang telah dicucinya. "Ini, sekadar oleh-oleh, Mbok", jawabku sambil menyorongkan tas kresek di depan Mbok. "Mengapa harus merepotkan begini", jawab Mbok sambil tetap melipat kebayanya. Pertemuan selama ini sangat menyenangkan karena berada dalam ketulusan.

"Namun, kalau sudah diikat dengan sebuah oleh-oleh, entah itu namanya, pertemuan akan menjadi berat sebelah. Memberi itu boleh tetapi kadang memberikan segumpal perhatian yang sedikit lebih dibandingkan dengan perhatian kepada orang lain yang tidak membawa oleh-oleh. "Anakku, mendidik itu juga harus berada dalam keseimbangan perhatian", tukasnya. Andai ada satu siswa yang membawa oleh-oleh buat gurunya, kemudian yang lainnya tidak, itu artinya, telah terjadi pilih kasih dari sanubari sang guru kepada siswa yang membawa oleh-oleh. Ketulusan jangan diukur dengan pilih kasih. Pilih kasih guru harus untuk semua siswa bukan untuk siswa tertentu. "Nah, karena anggur ini sudah dibawa ke sini, ayo dibuka bareng-bareng dan ayo dimakan bareng", ujarnya. Hatiku menjadi lega, setelah membuka bareng-bareng. Anggur itu kami habiskan bareng-bareng sambil ngobrol dengan setumpuk obrolan.

Selasa, 16 September 2008

Mudah-Mudahan Banyak yang Mendoakan Kita

Seorang pengusaha sukses jatuh di kamar mandi dan akhirnya stroke. Sudah 7 malam dirawat di RS di ruang ICU. Di saat orang-orang terlelap dalam mimpi malam, dalam dunia roh seorang malaikat menghampiri si pengusaha yang terbaring tak berdaya.

Malaikat memulai pembicaraan, "Kalau dalam waktu 24 jam ada 50 orang berdoa buat kesembuhanmu, maka kau akan hidup. Dan sebaliknya jika dalam 24 jam jumlah yang aku tetapkan belum terpenuhi, itu artinya kau akan meninggal dunia!

"Kalau hanya mencari 50 orang, itu mah gampang .. . " kata si pengusaha ini dengan yakinnya. Setelah itu Malaikat pun pergi dan berjanji akan datang 1 jam sebelum batas waktu yang sudah disepakati.

Tepat pukul 23:00, Malaikat kembali mengunjunginya; dengan antusiasnya si pengusaha bertanya, "Apakah besok pagi aku sudah pulih? Pastilah banyak yang berdoa buat aku, jumlah karyawan yang aku punya lebih dari 2000 orang, jadi kalau hanya mencari 50 orang yang berdoa pasti bukan persoalan yang sulit".


Dengan lembut si Malaikat berkata, aku sudah berkeliling mencari suara hati yang berdoa buatmu tapi sampai saat ini baru 3 orang yang berdoa buatmu, sementara waktumu tinggal 60 menit lagi. Rasanya mustahil kalau dalam waktu dekat ini ada 50 orang yang berdoa buat kesembuhanmu".

Tampa menunggu reaksi dari si pengusaha, si malaikat menunjukkan layar besar berupa TV siapa 3 orang yang berdoa buat kesembuhannya. Di layar itu terlihat wajah duka dari sang istri, di sebelahnya ada 2 orang anak kecil, putra putrinya yang berdoa dengan khusuk dan tampak ada tetesan air mata di pipi mereka".

Kata Malaikat, "Aku akan memberitahukanmu, kenapa Tuhan rindu memberikanmu kesempatan kedua? Itu karena doa istrimu yang tidak putus-putus berharap akan kesembuhanmu"


Kembali terlihat,si istri sedang berdoa jam 2:00 subuh, " Tuhan, aku tahu kalau selama hidupnya suamiku bukanlah suami atau ayah yang baik! Aku tahu dia sudah mengkhianati pernikahan kami, aku tahu dia tidak jujur dalam bisnisnya, dan kalaupun dia memberikan sumbangan, itu hanya untuk popularitas saja untuk menutupi perbuatannya yang tidak benar dihadapanMu. Tapi Tuhan, tolong pandang anak-anak yang telah Engkau titipkan pada kami, mereka masih membutuhkan
seorang ayah. Hamba tidak mampu membesarkan mereka seorang diri."

Setelah itu, istrinya berhenti berkata-kata tapi air matanya semakin deras mengalir di pipinya yang kelihatan tirus karena kurang istirahat". Melihat peristiwa itu, tampa terasa, air mata mengalir di pipi pengusaha ini. Timbul penyesalan bahwa selama ini bahwa dia bukanlah suami yang baik. Dan ayah yang menjadi contoh bagi anak-anaknya.. Malam ini dia baru menyadari betapa besar cinta istri dan anak-anak padanya.

Waktu terus bergulir, waktu yang dia miliki hanya 10 menit lagi, melihat waktu yang makin sempit semakin menangislah si pengusaha ini,penyesalan yang luar biasa. Tapi waktunya sudah terlambat! Tidak mungkin dalam waktu 10 menit ada yang berdoa 47 orang!

Dengan setengah bergumam dia bertanya,"Apakah diantara karyawanku, kerabatku, teman bisnisku, teman organisasiku tidak ada yang berdoa buatku?"

Jawab si Malaikat, " Ada beberapa yang berdoa buatmu.Tapi mereka tidak Tulus. Bahkan ada yang mensyukuri penyakit yang kau derita saat ini. Itu semua karena selama ini kamu arogan, egois dan bukanlah atasan yang baik. Bahkan kau tega memecat karyawan yang tidak bersalah". Si pengusaha tertunduk lemah, dan pasrah kalau malam ini adalah malam yang terakhir buat dia. Tapi dia minta waktu sesaat untuk melihat anak dan si istri yang setia menjaganya sepanjang malam. Air matanya tambah deras, ketika melihat anaknya yang sulung tertidur di kursi rumah sakit dan si istri yang kelihatan lelah juga tertidur di kursi sambil memangku si bungsu.

Ketika waktu menunjukkan pukul 24:00, tiba-tiba si Malaikat berkata, Tuhan melihat air matamu dan penyesalanmu ! ! Kau tidak jadi meninggal,karena ada 47 orang yang berdoa buatmu tepat jam 24:00".

Dengan terheran-heran dan tidak percaya, si pengusaha bertanya siapakah yang 47 orang itu. Sambil tersenyum si Malaikat menunjukkan suatu tempat yang pernah dia kunjungi bulan lalu.

Bukankah itu Panti Asuhan ? kata si pengusaha pelan. "Benar anakku, kau pernah memberi bantuan bagi mereka beberapa bulan yang lalu, walau aku tahu tujuanmu saat itu hanya untuk mencari popularitas saja dan untuk menarik perhatian pemerintah dan investor luar negeri. "

"Tadi pagi, salah seorang anak panti asuhan tersebut membaca di koran kalauseorang pengusaha terkena stroke dan sudah 7 hari di ICU. Setelah melihat gambar di koran dan yakin kalau pria yang sedang koma adalah kamu, pria yang pernah menolong mereka dan akhirnya anak-anak panti asuhan sepakat berdoa buat kesembuhanmu. "

Doa sangat besar kuasanya. Tak jarang kita malas. Tidak punya waktu. Tidak terbeban untuk berdoa bagi orang lain. Ketika kita mengingat seorang sahabat lama/keluarga, kita pikir itu hanya kebetulan saja padahal seharusnya kita berdoa bagi dia. Mungkin saja pada saat kita mengingatnya dia dalam keadaan butuh dukungan doa dari orang-orang yang mengasihi dia.

Disaat kita berdoa bagi orang lain, kita akan mendapatkan kekuatan baru dan kita bisa melihat kemuliaan Tuhan dari peristiwa yang terjadi.... Hindarilah perbuatan menyakiti orang lain... Sebaliknya perbanyaklah berdoa buat orang lain.

Terima kasih

Karena pahlawan sejati, bukan dilihat dari kekuatan phisiknya,tapi dari kekuatan hatinya. Katakan ini dengan pelan, "Ya ALLAH, hamba mencintai-MU dan membutuhkan-MU, datang dan terangilah hati kami sekarang...!!!".
Sumber: Jefry, Jakarta

Guru di Mata Mbok Siti (19)

Tiba-tiba saja, Mbok Siti berhenti sejenak dalam ngobrolnya, lalu, mengambil napas dan berkata, "pisang ini ada berkat pohonnya". Lihatlah pohon pisang, dia tidak akan pernah mati sebelum berbuah. Demi mengutamakan keberhasilan sebuah buah, pohon pisang rela memunculkan daun lalu pelepah dan bakal pisangnya meskipun bekas dibabat parang orang.

Perjuangan guru jangan sampai berhenti hanya masalah sepele saja. "Guru harus berjuang sampai siswanya mendapatkan hasil dari belajarnya", kata Mbok Siti. Jika sekarang banyak guru yang terlalu mudah meninggalkan siswanya, itu berarti guru yang bukan guru. Lihat pula, pohon durian itu, dia rela digantungi calon buah yang berat demi kematangan durian sehingga dapat dinikmati orang. "kaupun, harus mampu bertahan kuat untuk sampai pada titik siswa berpengetahuan dan berkepribadian", ujarnya sambil memandangiku sangat lama.

Senin, 15 September 2008

Gara-Gara Guru Diejek, 60 Siswa Dipukuli

Oleh Suyatno

Guru bukan dewa. Dia manusia biasa yang juga dapat diejek, diolok-olok, dibenci atau dia dapat dipuja, disanjung, dan diidolakan. Jika ada siswa mengejek atau mengolok-olok kepada guru, guru haruslah intropeksi dulu sebelum berbuat untuk mengatasi ejekan itu. Lihatlah hukum SR (Stimulus-Respon) yang dikemukakan oleh kaum behavioristis, dikatakannya bahwa perilaku akan memberikan sebab dan menyatakan akibat.

Siswa mengejek karena tingkah laku guru tidak manusiawi kepada siswanya. Bahkan, bisa jadi guru itu sangat otoriter dalam mengajar. Tidak mungkin semua siswa mengejek seperti itu kalau tidak ada pikiran yang sama. Memang, sebaiknya, guru jangan sampai diejek siswa. Oleh karena itu, guru perlu mengubah gaya mengajar yang dirasakan membosankan.

Cobalah simak berita soal guru yang memukuli siswa dengan bambu gara-gara diejek berikut ini.

Kompas.com, Senin, 15 September 2008 | 07:48 WIB
MAUMERE - Gabriela Meting, guru matematika pada SMP Negeri 1 Waigete, Kabupaten Sikka, Selasa (9/9/2008) lalu, memukuli 60-an siswa kelas I dan II sekolah itu, dengan belahan bambu. Sejumlah murid mengalami luka memar akibat pukulan ibu guru itu. Ibu guru jengkel karena para siswa itu mengolok-olok dia SGM (sinting, gila, mengong).

Meting yang ditemui di sekolahnya, Sabtu (13/9/2008), mengatakan, dia memukuli para siswanya itu karena jengkel. "Anak-anak itu olok saya. Mereka teriak saya SGM, sinting, gila mengong. Jadi saya jengkel," katanya.

Adriani Ekawati, siswi kelas II sekolah itu menuturkan, saat istirahat pertama, Gabriela Meting melarang siswa membeli mangga muda yang dijual tanta Beti si sekolah itu. Saat masuk kelas kembali, Meting masuk ke ruang kelas II dan memukuli semua siswa dalam kelas itu dengan belahan bambu. Dari kelas itu, Meting menuju ruang kelas I dan memukuli semua siswa di dalam kelas itu.

"Tangan saya yang baru sembuh dari bekas patah, sekarang bengkak lagi akibat dipukul ibu guru. Saya dipukul dua kali," kata Ekawati sambil memperlihatkan siku tangan kanannya yang terlihat bengkak.

Natasia Noak, siswi kelas II, mengaku dipukul dua kali oleh Meting. Siswi ini mengaku muntah setelah dipukuli ibu guru.

Siswa kelas I, Maria Kartini dan Kriston Marion, juga mengaku dipukul oleh ibu guru Meting. "Ibu masuk ke ruang kelas satu, lalu pukul kami semua di dalam kelas. Saya dan Kriston dipukul dua kali sedangkan teman kami yang lain dipukul satu kali," ujar Kartini.

Para siswa tersebut mengatakan sudah melaporkan tindakan ibu guru itu kepada kepala sekolah dan orangtua mereka. "Kami tidak mau ibu mengajar lagi di sekolah kami. Ganti saja dengan guru lain karena ibu Gabriela jahat," kata Ekawati dibenarkan teman lainnya.

Beberapa orangtua siswa yang ditemui di sekolah itu, Sabtu (13/9) lalu, juga mengatakan tidak mau lagi ibu guru Meting mengajar di SMP Negeri 1 Waigete. Orangtua siswa itu adalah Simon Susar, Seda Fransiskus dan Theresia Tore. "Dia guru baru di sekolah ini, tapi berani pukul anak-anak kami sampai babak belur. Kami akan lapor polisi," kata Simon Susar.

"Kalau Ibu Gabriela tetap dipertahankan di sekolah ini, mau jadi apa anak-anak kami, sekolah ini tidak akan berkembang," kata Seda.

Selang beberapa hari setelah ibu guru Meting melarang anak-anak sekolah membeli mangga muda dan memukuli para siswa itu, ibu guru Meting didatangi tuan tanah setempat, Bernadus Bapan. Menurut Meting, saat itu Bapan marah-marah dan meremas tangannya sampai dia terkencing di celana. Meting lantas mengadukan masalah itu ke polisi, kantor bupati dan Dinas Dikbud Sikka.

Bernadus Bapan yang dikonfirmasi membantah meremas tangan Meting sampai dia terkencing di celana. Bapan mengatakan dia kecewa dengan sikap Meting yang melarang warga setempat berjualan di sekitar kompleks SMP Negeri 1 Waigete. Bernadus Bapan juga mengaku kecewa karena Meting memukuli anak- anak sekolah.

"Saya hibahkan tanah untuk dibangun sekolah karena satu alasan, agar anak-anak kami bisa mendapat pendidikan yang baik dan bisa memajukan desa kami. Tapi saya tidak mau anak-anak saya dididik guru dengan cara kekerasan, main pukul," tegas Bapan.

Dia mengatakan datang menemui ibu guru Meting di sekolah pada hari Kamis (11/9/2008). "Dia yang meminta tangan saya dan menyalami saya lalu mengayunkan tangannya. Saya tidak meremas tangannya. Kalau saya remas, pasti dia menjerit. Dia tidak berteriak, tidak kesakitan, tapi air kencingnya keluar. Apa itu saya dibilang melecehkan dia?" kata Bapan.

Bapan juga mengaku sudah menemui suami Meting dan menyarankan untuk memeriksakan Meting ke dokter. "Jangan sampai ibu guru itu ada kelainan jiwa," katanya.
Dia meminta Kadis Dikbud Sikka memindahkan ibu guru Meting ke sekolah lain.

Kepala SMP Negeri 1 Waigete, Moa Markus yang ditemui, mengatakan tidak bisa bekerja sama dengan ibu guru Meting. "Banyak kebijakan yang dia buat tanpa sepengetahuan saya sebagai kepala sekolah. Saya dan guru di sini tidak bisa bekerjasama dengan dia. Saya juga akan minta kadis menariknya dari sekolah ini," kata Markus. (vel)

Tiruan Siswa tentang Guru di Sela-Sela Waktu Kosong

Oleh Suyatno

Pernahkah Anda, ketika menjadi siswa, waktu itu, menirukan guru sendiri di hadapan teman-teman? Jawabnya, pasti Anda pernah menirukannya. Saya pun, pernah waktu itu, menirukan gerakan guru yang dirasakan sangat asyik ditirukan, termasuk omongannya. Kalau teman lain tertawa setelah memperhatikan tiruan itu, hati rasanya puas, lepas dari mengejek atau menyakiti guru. Bagi saya, yang penting sudah menirukan dan mendatangkan reaksi tertawa dari teman-teman lain, merupakan sesuatu yang menyedapkan. Tampaknya, siswa sekarang juga berbuat seperti itu.

Tiba-tiba, ada siswa dari deretan belakang menirukan suara guru yang belum masuk, "Pagi anak-anakku", dengan suara disamakan dengan suara guru yang akan masuk kelas. Kemudian, semua anak terdiam dan duduk manis. Setelah dilihat yang bersuara adalah teman dari belakang, para siswa kembali riuh. Ada juga, di kantin, kerumunan siswa menirukan gerak dan suara guru yang dipandang sangat jahat, mereka lalu tertawa terbahak-bahak setelah melihat tiruan. Ketika ada guru yang lewat, mereka berhenti sekejap kemudian akan ramai lagi. Begitulah deretan tiruan siswa terhadap guru-gurunya.

Mengapa mereka menirukan? Mereka menirukan karena suara dan gerakan guru sangat khas bagi mereka. Suara dan gerakan itu berulang-ulang, rutin, dan menjemukan siswa sehingga siswa memberikan pelampiasan penolakan melalui peniruan. Namun, guru tidak pernah tahu akan tingkah siswa tentang dirinya karena guru tersebut merasa sudah paling baik dan bagus dalam mengajar. Berikutnya, siswa menirukan hanya untuk unjuk diri di hadapan kawan-kawannya agar diberi respon.

Agar tiruan siswa tidak menjadi-jadi, guru perlu mengantisipasinya dengan cara (1) intropeksi diri, sudahkah saya mengajar dengan baik dan disukai oleh siswa?, (2) bersahabat dengan siswa di kala jam kosong sehingga siswa sangat enggan menirukannya, (3) cobalah selalu bergaya mengajar yang variatif sehingga siswa kesulitan untuk menirukan yang jelek-jelek dari diri kita, (4) cobalah pasang mata-mata dengan mengajak satu siswa untuk memberikan informasi tentang diri kita, (5) sampaikanlah ke siswa bahwa menirukan guru itu tidak baik agar siswa sedikit mengerti, dan (6) cobalah tepat waktu dalam segala aktivitas layanan kepada siswa.

Jumat, 12 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (18)

Tidak ada kepul asap di dapur reyot itu. Padahal, biasanya, pagi seperti ini, ada asap yang menggantang air untuk secangkir kopi. Mbok Siti terlihat membersihkan rumput di pelataran sempit itu.

"Sedang apa Mbok?", sapaku.
"Pagi juga anakku. Kok Tumben pagi-pagi ke sini?", tanya Mbok yang berkeringat sambil menyeka bulir air di wajah kerut itu.
"Puasa juga rupanya, Mbok", isengku pada Mbok Siti.
"Iya, anakku. Puasa itu milikku. Puasa itu milik semua juga", jawabnya ringan. Puasa merupakan lahan intropeksi segala putaran pengalaman seseorang dari yang lalu sampai sekarang. Puasa merupakan daya intip batin untuk ke depan. "Guru juga tidak terkecuali, harus senantiasa berpuasa", ujarnya. Jika guru kuat berpuasa, dia akan dapat jernih melihat rekam peristiwa keguruan yang dijalaninya bersama siswa. Dia juga akan mampu memunculkan butir murni antisipasi keguruan untuk siswanya ke depan. Hidup adalah puasa. Hidup guru adalah puasa yang terus menerus agar tercapai daya konsentrasi membuka diri.

Kamis, 11 September 2008

Super Toy, Blue Energy, dan Temuan Apa Lagi?

Kasus super toy yang mencuat setelah gagal panen di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, memberikan indikasi bahwa ujicoba yang dilakukan tidak terkontrol dengan baik meskipun pada tanaman padi super toy sebelumnya mendatangkan hasil panen berlimpah. Sebelumnya, Blue energy mengguncang semua pakar sebagai wujud kepedulian terhadap sesuatu yang baru. Ternyata, lagi-lagi gagal temua air ajaib yang dapat dipakai sebagai sumber energi mesin itu. Lalu, temuan apalagi yang akan mengguncang masyarakat seperti itu?

Fakta di atas memberikan gambaran bahwa Indonesia sangat menginginkan temuan-temuan baru yang dapat menyejajarkan dengan negara lain yang menunjukkan temuan baru. Bawah sadar pikiran orang Indonesia sudah ditumpuki dengan pernyataan "kapan ada temuan dari bangsaku". Oleh karena tumpukan keinginan untuk temuan baru di bawah sadar, ketika ada temuan baru, langsung disambar dan dipublikasikan secara prematur meskipun belum dinyatakan siap pakai.

Tampaknya, ada urutan ilmiah yang terpotong atau dihilangkan implementasinya, yakni ujicoba berkali-kali sampai dinyatakan siap pakai. Terpotongnya implementasi itu bisa jadi dipengaruhi oleh keinginan segera mempublikasikan ke masyarakat. Pengaruh berikutnya adalah kekuatan untuk temuan baru gampang sirna setelah berpikir uang yang mampu diraup dari dampak temuan.

Ketika temuan dipublikasikan, banyak pihak ikut bermain untuk mengambil untung. Penggagas menjadi tidak dapat berkonsentrasi lagi dengan proses pewujudan temuan. Untuk itu, para penggagas, apapun yang digagas, perlu dilindungi dan dikarantina jangan sampai terlalu disentuh oleh pihak lain.

Selasa, 09 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (17)

Tiba-tiba, aku terngiang-ngiang dengan pernyataan Mbok Siti yang menyatakan bahwa semua orang pasti menjadi tua tetapi tidak semua orang akan menjadi dewasa. Waktu itu, di beranda depan, kami duduk santai di atas tumpukan batu bata bersama dengan Mbok Siti. "Mbok, mengapa banyak orang merisaukan akan hari tuanya?", kataku. Mbok Siti sangat lama menjawabnya.

"Hari tua janganlah dirisaukan karena semua orang akan menghadapi hari tuanya", jawab Mbok Siti. Semua orang akan menjadi tua. "Namun, tidak semua orang dapat menjadi dewasa", tegas Mbok Siti. Banyak orang tua yang tidak dewasa. Sebaliknya, banyak anak-anak muda yang justru telah dewasa. "Nah, guru hebat haruslah dewasa sehingga mampu membawa murid-muridnya dengan baik pula", tukas Mbok sambil mengingsutkan badan mengubah posisi duduk. Guru muda atau tua tidak menjadi masalah, yang terpenting, mereka dewasa.

Senin, 08 September 2008

Mengukur Mutu Pendidikan Harus dari Mana?

Dari mana sebenarnya untuk mengukur mutu pendidikan? Jawabnya, dari mana saja. Kalau untuk kepentingan politis, mutu diukur dari pembuat kebijakannya. kalau dari sisi ekonomisnya, mutu pendidikan diukur dari seberapa besar dana diserap untuk keberlangsungan pendidikan. Kalau dari sisi perkembangan generasi, mutu pendidikan diukur dari prestasi siswa. kalau dari sisi sosial, mutu pendidikan diukur dari seberapa dikenal oleh masyarakat sekitarnya. Nah, dari mana saja pendidikan dapat diukur mutunya.

Secara umum, keberhasilan pendidikan diukur dari indeks perolehan nilai prestasi belajar siswa selama di bangku sekolah dan keterkaitannya dengan studi lanjutnya. Dari indeks tersebut, dapat dilihat keberhasilan guru dalam menguatkan indeks prestasi siswa. Sarana pembelajaran dapat dilihat kebertunjangannya. Begitulah seterusnya. Namun, benarkah indeks itu dapat mengukur secara objektif mutu pendidikan kita? Bemum tentu juga karena sekarang sedang musim pendongkrakan nilai ujian agar memberikan daya gengsi dan tidak dimarahi pejabat yang lebih tinggi.

Kalau memang susah juga mengukur dari indeks prestasi, kita dapat melakukan pola nilai dari masyarakat sekitar dan masyarakat umum dengan melibatkan ratusan responden. Kalau rata-rata 90% masyarakat menyatakan bahwa sekolah tersebut telah memberikan manfaat bagi keinginan peserta, berarti sukses juga sekolah itu. Tetapi, kalau jumlah masyarakat di rekayasa untuk memberikan pilihan yang benar agar mendapatkan presentase yang tinggi, ya sama saja mutu tidak dapat diukur.

Kalau begitu, biarkan anak sendiri yang harus mengukur mutu pendidikan di sekolah itu. kalau untuk keseluruhan, maksudnya beberapa sekolah, ya perlu dilakukan tes untuk semua sekolah. He.He. Tambah nglantur.

Sabtu, 06 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (16)

Pagi itu, udara teramat sejuk karena embun membasah segar di tiap daun rerumputan. Aku berseri-seri ketika mendatangi Mbok Siti yang juga tampak berseri-seri setelah menyelesaikan tugas paginya. "Pagi anakku", sapa Mbok Siti mendahului pertemuan kali ini. "Pagi juga Mbok", jawabku sumringah (tersenyum gembira). "Mbok, selama aku bertemu denganmu, Mbok Siti kok tidak pernah marah padaku? padahal, aku sangat kurang ajar karena datang tidak mengenal waktu", tanyaku ragu-ragu.

"Mengapa harus marah, anakku", jawabnya. Meskipun, salah satu sifat yang melekat pada setiap manusia adalah marah. Kita tidak perlu menggunakan sifat itu. Guru yang baik juga tidak perlu menggunakan marah untuk menutupi ketidakmampuannya. Sifat marah adalah luapan kekecewaan, kekesalan dan kebencian yang kemudian ditumpahkan dengan perasaan, ekspresi wajah, gerak tubuh, kata-kata dan tindakan. Terjadinya sifat marah dapat diakibatkan sakit hati, kekesalan dan rasa kecewa. Contohnya seseorang yang dihina oleh orang lain, maka bisa muncul sifat marah pada orang yang dihina tersebut.

"Anakku, setiap manusia diperbolehkan marah, selama kemarahan itu wajar dan terkendali", tegas Mbok Siti lirih. Bukan kemarahan yang berlebihan, tanpa kendali dan tidak proporsional. Betapa banyak manusia tidak mampu mengendalikan marah. Contohnya seorang guru yang memerintahkan siswanya untuk belajar, tapi karena siswa itu tidak mau mengikuti perintah guru tersebut, sang guru memarahi siswanya sambil merobek buku pelajaran Sang siswa. Guru baik harus dapat berada di luar marah sehingga dapat mengendalikan marah dengan cantik.

Mengajar dengan Cerita

Oleh Suyatno

Mengajar dengan cerita? Ah, ya pastilah dapat dilakukan guru. Bukankah tiap hari guru selalu dengan cerita? Bukan itu maksudnya. Yang dilakukan guru tiap hari itu namanya ceramah yang ditandai dengan suara yang datar, instruksional, formal, dan tidak ada kisahnya. Kondisi yang demikian itu ditandai juga oleh sikap siswa yang diam karena takut, jenuh, mencatat, dan bosan yang tidak terobati sampai jam pelajaran berakhir. Cobalah, guru mulai berani melepaskan tradisi ceramah ke tradisi yang menyegarkan dalam pembelajaran. Salah satunya adalah gaya mengajar dengan cerita.

Era Plato, 200 tahun sebelum masehi, pembelajaran bagi generasi muda banyak dikemas dengan cara cerita. Parsia, negeri dongeng, dahulu juga menerapkan pola cerita untuk mengajar generasi mudanya. AlQuran, dalam menyampaikan pesannya, juga dikemas dengan cerita. Lihat pula, ibu-ibu dapat tahan berjam-jam untuk ngrumpi dengan cerita satu ke cerita yang lainnya. Cerita merupakan salah satu cara penyampaian yang dikenal banyak orang.

Mengajar dengan cerita merupakan salah satu gaya mengajar yang menyenangkan bagi siswa karena memberikan keasyikan untuk didengarkan. Suatu hari, Pak Tukimin, bercerita tentang segi tiga sama kaki yang dibumbui tokoh, ada alur cerita, ada latar cerita, dan dikemas dengan suara yang bervariasi. Diceritakannya, seorang nenek akan membagi sawahnya ke anak-anaknya dengan cara segi tiga sama kaki agar seimbang pembagiannya. Siswa asyik mendengarkan sambil memecahkan kasus nenek itu dengan rumus yang dibuatnya. Begitu pula, mata pelajaran lain dapat dikemas dengan cerita. Pembelajaran metamorfosis juga dapat dikemas dalam cerita dengan tokoh, tema, alur, dan latar yang disukai anak.

Berikut ini cara untuk mengajar dengan cerita agar isi cerita dapat dipahami dengan baik oleh anak. Pertama, pilihlah topik pembelajaran yang akan dikemas dengan cerita. Kedua, tentukan kerangka ceritanya, yakni tema, alur, tokoh, dan latarnya. Ketiga, tetap berpegang pada inti pelajarannya sehingga tidak menyimpang ke sisi cerita lainnya. Keempat, karena pembelajaran cerita mengutamakan suara, cobalah suara guru dibuat beraneka warna, diayun, ditinggikan, direndahkan, dan dibaritonkan jika diperlukan untuk penekanan topik tertentu. Kelima, pandanglah ke siswa saat bercerita dengan mimik yang memikat. Keenam, bila perlu, gunakan media berupa boneka, gambar, grafik, atau apa saja untuk menguatkan cerita. Cobalah.

Guru di Mata Mbok Siti (15)

"Mbok Siti, apakah selama ini tidak kesepian, kok sendiri di rumah?", tanyaku menyelidik sambil gentar ketakutan. "Sendiri dan tidak sendiri adalah hal yang wajar, anakku", jawabnya sambil memegangi kambing-kambingnya yang akan makan rambanan sore itu. Kadang kita sendiri kadang juga bersama orang lain. Itulah yang namanya silih berganti yang mengalir ibarat siang berganti malam dan malam berganti siang secara wajar tiap hari. "Ketika sendiri, pasti menyelinap pikiran ingin bersma orang lain. Sebaliknya, ketika bersama orang lain, kadang kita berpikiran ingin sendiri", ujarnya kalem. Guru juga begitu, pastilah mempunyai pikiran ingin sendiri untuk melihat diri sendiri. Sebaliknya, guru juga diperlukan bersama orang lain untuk menerapkan kemampuannya agar bermanfaat bagi orang lain.

Mengalir dengan wajar adalah prinsip kehidupan yang menapaki usia bumi dengan kesederhanaan. dari kesederhanaan itulah muncul kekuatan untuk membangun dunia. Kesederhanaan itu adalah guru yang suatu ketika mampu memunculkan inspirasi dahsyat bagi siswanya untuk berkarya di atas bumi. "Guru adalah sosok yang sendiri dan tidak sendiri", tegasnya.

Jumat, 05 September 2008

Menghantarkan Pesan Melalui Kesan Mendalam bagi Siswa

Oleh Suyatno

Banyak guru yang mengajar sarat pesan sehingga bertubi-tubi menyampaikan pesan dengan cara diungkapkan dan dicecarkan secara lisan semata. Kalau ditanya, mengapa hanya dicecarkan saja Pak Guru? Jawabnya, "Aduh, waktunya tidak cukup, bahannya banyak, Saya takut kehabisan waktu jika dieksplorasi lebih jauh". Pembelajaran berjalan dengan suara guru lebih dominan di telinga siswa.

Mengajar dengan cara demikian memang efektif dari sisi guru karena semua materi dapat disampaikan dengan cepat kilat. Namun, sangat tidak efektif dari sisi siswa. Siswa adalah siswa yang memerlukan proses dalam merekam sesuatu sehingga melekat sepanjang hidupnya. Siswa bukanlah kaset yang siap merekam suara dan dapat diputar kembali.

Agar pesan dapat tersimpan di memori siswa sepanjang masa, kesan yang berbeda dengan kesan hari lainnya perlu dimunculkan. Dengan begitu, pesan dapat tersimpan di kotak rekam memori yang berbeda-beda. Ketika siswa memunculkan kembali pesan yang tersimpan, siswa dapat dengan mudah untuk menariknya ke alam sadar. Contohnya, ketika siswa akan mengukur luas tanah milik ibunya, dia akan dengan cepat menggunakan rumusnya karena rumus itu terekam kuat dalam memorinya. Begitulah seterusnya.

Banyak cara untuk menghantarkan pesan melalui kesan yang mendalam bagi siswa saat mengajar di kelas bagi guru. Cara itu adalah (1) pengulangan, ulangilah berkali-kali pesan yang dirasa sangat penting melalui pertemuan yang berbeda-beda. Kita dengan cepat mengenali kawan lama sebagai teman akrab karena kita berulang-ulang mengetahui wajahnya saat itu; (2) pembedaan, bedakanlah pesan yang disampaikan dengan pesan lainnya sehingga mudah dikenalinya. Kita dengan cepat mengatakan Paris, ketika disodori gambar tower yang berbeda itu; (2) penguatan, sesuatu yang telah diterima oleh siswa perlu dikuatkan bahwa mereka mempunyai kehebatan dalam memelajari sesuatu. Seseorang dapat melakukan sesuatu dengan baik manakala mendapatkan penguatan yang hebat dari orang lain. Penguatan itu dapat berupa pujian dan pengingatan.

Rabu, 03 September 2008

Guru di Mata Mbok Siti (14)

Pagi itu, cuaca sangat panas, karena matahari tampak berada di posisi paling dekat dengan kepala ini. Panas, gerah, dan keringat bergantian mengambil peran. Aku masih saja meneruskan perjalanan ke Mbok Siti di terik yang paling terik itu.

"Mengapa gusar dengan panas matahari anakku?" ujar Mbok Siti santai sambil memandangi aku turun dari sepeda motor butut itu. "Hari ini, panasnya menyengat Mbok, tidak seperti hari-hari yang lalu," jawabku menenangkan pikiran. "Andai matahari tidak dapat dirasakan panasnya, dia hanya memberi terang tanpa semangat," kata Mbok Siti kemudian. Matahari memberikan manusia sebuah penerang yang menghangatkan sehingga membuat kita mereaksinya. Guru juga begitu, dia tidak sekadar memberikan penerang pikiran bagi siswanya, juga dia memberikan kehangatan bagi siswanya agar memanfaatkan terang itu dengan penuh semangat.